spot_img
spot_img
spot_img
BerandaBerita UtamaKrisis Energi Eropa Hantam Hubungan Prancis-Jerman
Kamis, Mei 2, 2024

Krisis Energi Eropa Hantam Hubungan Prancis-Jerman

spot_imgspot_img

Prancis dan Jerman kembali mengalami pengalaman hubungan. Kali ini, gangguan itu tampak lebih serius dari biasanya. Apalagi terjadi pada saat-saat kritis, ketika Uni Eropa perlu bertindak secara tegas.

Kantorberitaburuh.com, PARIS – Ketegangan yang terus meningkat di Eropa pasca invasi Rusia ke Ukraina, disusul dengan krisis energi dan gas alam telah memicu kontraksi lebih dalam negara-negara Eropa akibat kebutuhan gas menjelang musim dingin. Naiknya kebutuhan energi ini dan krisis dengan Rusia, juga berdampak pada panasnya hubungan antar negara Eropa yang tertekan harga gas dan energi yang melambung.

Kabar buruk pun meluncur, Jerman dan Prancis, dua ekonomi terbesar Eropa bersitegang di tengah minimnya pasokan gas. Hal ini tercermin dari ditundanya pertemuan tingkat menteri Prancis dan Jerman hingga Januari mendatang.

Keputusan tersebut mengindikasikan bahwa memang tampaknya ada keretakan yang semakin dalam antara kedua negara. Padahal poros Jerman dan Prancis sering digambarkan sebagai “mesin” Uni Eropa (UE), dan para analis mengatakan pertengkaran saat ini bisa mengganggu kapasitas Uni Eropa untuk bertindak.

Prancis memang cepat memberikan klarifikasi soal penundaan itu. “Penundaan ini sama sekali bukan indikasi keadaan hubungan Prancis-Jerman saat ini,” kata seorang juru bicara kepada pers pekan lalu seperti dilansir media massa Jerman Deutsche Welle (DW), Rabu (26/10/2022) seraya menambahkan bahwa semua itu hanya penundaan dan bukan pembatalan, karena kurangnya waktu dan jadwal yang ketat.

BACA JUGA  Kim Jong-un Akui Rencana Ekonomi 5 Tahun Gagal di Semua Sektor

Namun, mendadak muncul jadwal kunjungan Kanselir Jerman Olaf Scholz yang tergesa-gesa ke Paris, membuat para analis makin yakin tentang adanya keretakan.

“Pertemuan tingkat menteri Prancis-Jerman umumnya tidak menghasilkan banyak hasil konkret, selain dari keputusan-keputusan yang tidak penting, seperti menyiapkan kursus bahasa bersama dan merupakan kesempatan untuk mengulangi komitmen kedua negara dalam menjalin kerja sama yang erat,” kata Stefan Seidendorf, Wakil Direktur German-Franco Institute (DFI), lembaga think tank yang berbasis di Ludwigsburg.

“Namun, pertemuan-pertemuan ini dan kerja sama Prancis-Jerman sangat penting untuk berfungsinya UE dan tidak pernah dibatalkan sejak pertemuan pertama tahun 1963,” katanya kepada DW.

“Tidak ada negara Eropa yang cukup besar untuk menjamin stabilitas politik dengan sendirinya, dan kami membutuhkan konsensus mendasar antara Prancis dan Jerman, dua ekonomi terbesar di blok itu, yang juga mewakili dua sudut pandang yang paling berbeda. Negara-negara anggota lainnya akan menyelaraskan dengan kompromi itu,” sambungnya.

BACA JUGA  Ancaman Resesi di Depan Mata, Presiden KSBSI Ingatkan Pemerintah Jangan Sepelekan

Saat ini, baik Jerman dan Prancis tampaknya lebih suka membangun jalur independen mereka sendiri. Jerman baru-baru ini memberikan suara melalui paket darurat €200 miliar untuk membantu warganya menghadapi kenaikan harga gas dan listrik, tanpa memberi tahu Prancis tentang rencana besar itu. Padahal langkah seperti itu cenderung mendistorsi pasar.

Terlebih lagi, pada pertemuan NATO baru-baru ini, Jerman menandatangani kesepakatan dengan 14 negara NATO lainnya ditambah Finlandia untuk membangun sistem pertahanan udara baru yang disebut European Sky Shield Initiative atau ESSI. Inisiatif ini bertujuan untuk menciptakan program pertahanan udara bersama di Eropa. Namun, Prancis tidak termasuk, padahal sudah mengembangkan apa yang disebut perisai pertahanan rudal udara Mamba bersama dengan Italia.

Sementara itu, pada KTT Kepala Negara dan Pemerintahan Uni Eropa pekan lalu, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan kesepakatan dengan Spanyol dan Portugal untuk membangun pipa hidrogen dan gas baru antara Barcelona dan Marseille. Proyek itu mengubur proyek pipa Midcat yang akan menghubungkan Spanyol dengan Prancis melalui Pyrenees.

BACA JUGA  Korupsi, Mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy Divonis 3 Tahun Penjara

Berlin sebenarnya lebih menyukai jalur pipa ini, dengan harapan bahwa Jerman pada akhirnya akan mendapat manfaat dari gas Spanyol juga.

Sophie Pornschlegel, analis senior di lembaga think tank European Policy Centre yang berbasis di Brussels, menganggap pertikaian antara Prancis dan Jerman tidak diperlukan saat ini. “Kita tidak punya waktu untuk ini – ada perang di Eropa dan kita sedang menghadapi krisis energi,” katanya kepada DW.

“Jika kita beruntung dan cuaca tidak terlalu dingin dalam beberapa bulan mendatang, kita akan melewati musim dingin ini tanpa krisis. Namun, kita tetap memerlukan solusi jangka panjang untuk menghadapi kenaikan harga energi, misalnya melalui dana solidaritas UE,” tambahnya.

Jika tidak, energi bisa menjadi tidak terjangkau, tambah Pornschlegel, dan menyebabkan krisis ekonomi yang lebih besar dan akan ada lebih banyak pengangguran. “Ketegangan saat ini di Eropa hanya akan menguntungkan Vladimir Putin, dan menghambat kapasitas UE untuk bertindak,” tegasnya.

[*/KONTRIBUTOR TODAY – Jejaring media KANTOR BERITA BURUH]

- Advertisement -spot_imgspot_img
Must Read

Dosa Kolektif

Terbaru
- Advertisement -spot_imgspot_img
Baca Juga :