spot_img
spot_img
spot_img
BerandaBerita Utama31 Tahun KSBSI: Catatan Krusial Serikat Buruh Independen Pertama di Indonesia
Minggu, April 28, 2024

31 Tahun KSBSI: Catatan Krusial Serikat Buruh Independen Pertama di Indonesia

spot_imgspot_img

Dalam konstruksi demokrasi modern, kelembagaan serikat buruh merupakan pilar demokrasi ke empat,di luar tiga pilar lain yang sudah lebih dahulu muncul, yaitu; partai politik, pers, dan masyarakat sipil (civil society).

Kantorberitaburuh.com, JAKARTA – Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) resmi berusia 31 tahun pada 25 April 2023. Perayaan kali ini dilakukan dengan sangat sederhana. Namun begitu ada sejumlah catatan krusial KSBSI sebagai serikat buruh independen pertama di Indonesia.

“Perayaan ini memang kita desain sesederhana mungkin,” kata Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban saat doorstop jumpa pers HUT KSBSI 31 Tahun di gedung Pusat KSBSI, Cipinang Muara, Jakarta, Selasa (25/4/2023) kemarin.

Sebagai pimpinan puncak, Elly menyatakan terima kasihnya kepada organisasi yang telah membesarkan namanya ini. Dukungan besar KSBSI membuat Elly bersemangat memperjuangkan hak-hak pekerja/buruh Indonesia.

“Di usia ke-31 ini Kami akan tetap berjuang memperbaiki keadaan-keadaan yang harus kami perbaiki dan tetap setia untuk keberlanjutan organisasi dan perjuangan-perjuangan buruh yang selama ini masih kami lihat adanya ketidakadilan yang diterima oleh teman-teman buruh di seluruh Indonesia.” terangnya.

Ia pun berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu (KSBSI) terutama buruh yang ada di seluruh Indonesia dan Tim Work yang kuat di DEN KSBSI.

Tantangan tantangan

Sementara itu, Sekjen KSBSI Dedi Hardianto mengatakan di usia yang ke-31 tahun ini, banyak tantangan-tantangan yang harus dihadapi KSBSI terutama menghadapi rangkaian kebijakan kontroversial yang diterbitkan pemerintah.

“Kalau kita bicara serikat buruh secara domistik, maka tantangan kita adalah kaitan dengan undang undang yang tidak berpihak kepada pekerja buruh. Masih banyak pe-er yang harus kita kerjakan. Artinya sebagai gerakan serikat buruh tentu harus mengkritisi kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada pekerja buruh, khususnya regulasi.” terangnya.

Menurutnya masih banyak agenda-agenda yang harus dikerjakan, aksi dan gugatan-gugatan hukum masih dilakukan.

“Di usia 31 tahun ini bahwa tantangan serikat buruh tidak lagi konvensional, tantangan era digitalisasi tentu kami juga harus cepat beradaptasi merubah gaya serikat buruh dari konvensional ke digitalisasi.” jelas Dedi.

Tantangan lainnya adalah bagaimana memberikan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan capacity building pekerja buruh sebagai upaya bagi pekerja buruh memahami betul-betul regulasi perburuhan agar mereka tetap berjuang mendapat hak-hak mereka.

BACA JUGA  KSBSI Siapkan Gugatan Hukum UMP dan UMK di Seluruh Indonesia

“Terkait dengan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada buruh, pertama UU Cipta Kerja no 11 tahun 2020 lalu kemudian menjadi perppu cipta kerja, lalu menjadi UU no 6 tahun 2023 (UU Cipta Kerja jilid 2), poin-poin pasal-pasal banyak yang mendegradasi hak-hak buruh, kemudian kebijakan-kebijakan Menteri Ketenagakerjaan yang selalu aktif mengeluarkan surat edaran yang akhirnya menjadi sebuah pembenaran bagi perusahaan untuk melakukan hal-hal yang tidak berpihak kepada buruh, itu masih menjadi agenda kita untuk kita kritisi.” tegasnya.

Ia memastikan KSBSI tetap akan fokus pada persoalan-persoalan pekerja buruh hari ini. Selain melakukan gugatan judicial review atas terbitnya UU Cipta Kerja jilid 2, gerakan turun ke jalan tetap akan dilakukan termasuk membangun koalisi atau bekerjasama dengan serikat pekerja/buruh lainnya yang segaris dalam perjuangan.

“Turun ke jalan, menggugat itu varian-varian yang memang diatur oleh konstitusi, nanti kami akan rapatkan secara internal, lalu kami akan berkoordinasi dengan serikat-serikat yang lain untuk pilihan yang lebih cepat seperti apa, tetap kami akan mengkritisi,” tandasnya.

Ide, Aksi dan Power

Sementara itu, Ketua Majelis Penasehat Organisasi (MPO KSBSI) Rekson Silaban mengatakan di usia yang ke-31 tahun, untuk tetap survive di era saat ini, KSBSI tak boleh melakukan kesalahan yang dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya.

“Jadi mereka yang melupakan sejarah, akan dipaksa untuk melakukan kesalahan yang sama,” terangnya.

Menurut dia, semakin dewasa organisasi maka harus semakin pintar menyadari apa yang perlu dilakukan dan diketahui.

“Ada 3 hal yang perlu kita ketahui, ada ide, ada aksi dan ada power,” terangnya. Ketiga hal itu dibutuhkan untuk membangun KSBSI menjadi lebih berkembang. “KSBSI mungkin bukan yang terbesar, tapi KSBSI harus jadi yang terbaik,” tandasnya.

Senada dengan Rekson Silaban, Ketua Umum Federasi Kebangkitan Buruh Indonesia (FKUI KSBSI) Marihot Nainggolan juga mengingatkan kepada KSBSI, hal yang harus diperbaiki KSBSI ke depan adalah ‘Power’.

BACA JUGA  KSBSI Minta Pemerintah dan Dewan Buat Rule Model Prokes Covid P2K3

Salah satu yang menjadi lemahnya power organisasi serikat buruh adalah kurangnya anggota, terutama saat gerakan aksi unjuk rasa.

Terus Berjuang

Rasmina Pakpahan, pendiri Sekaligus bendahara DEN KSBSI menegaskan dari awal didirikannya [dulu bernama SBSI] perjuangan tetap dilakukan.

“Sampai detik ini, kita masih terus berjuang terus, termasuk menggugat omnibus law itulah. 31 Tahun KSBSI, kita masih tetap berjuang, ternyata masih banyak perjuangan kita ke depan.” terangnya.

“Jadi pada setiap pemerintahan, tidak hanya masa orde baru, tapi sampai hari ini, kita tetap berjuang,” tandasnya.

Sejarah Berdirinya KSBSI

Diketahui, mengutip situs resmi KSBSI.ORG, Jejaring Kantor Berita Buruh, KSBSI didirikan dalam Pertemuan Buruh Nasional pada tanggal 25 April 1992 di Cipayung, Jakarta Timur oleh Prof. Dr. Muchtar Pakpahan, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Tokoh nasional Rachmawati Soekarnoputri, Sabam Sirait, dr. Sukowaluyo Mintohardjo, aktivis buruh Eduard Parsaulian Marpaung dan Rasmina Pakpahan.

Pertemuan yang digelar selama tiga hari itu (22-25 April 1992) itu dihadiri oleh 104 aktifis LSM dan wakil buruh. Pada hari ketiga tanggal 25 April 1992, didirikanlah Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), dengan menunjuk Muchtar Pakpahan sebagai Ketua Umum dan Alif Raga Ismet sebagai Sekretris Jenderal.

Deklarasi ini selanjutnya menandai dimulainya sebuah sejarah baru pergerakan awal serikat buruh independen pertama di Indonesia.

Sejak SBSI di deklarasikan pemerintah langsung melakukan tindakan represif melalui intimidasi, PHK, dan mutasi besar-besaran terhadap anggota dan simpatisan SBSI.

Diperkirakan sebanyak 5000 anggota SBSI di PHK, 108 aktifis buruh dipenjara khususnya setelah peristiwa Medan dan Siantar tahun 1994, banyak anggota kena daftar hitam tidak bisa melamar kerja baru, pembubaran kegiatan pelatihan, 1 orang terbunuh misterius di Lampung, teror dan intimidasi juga dilakukan terhadap beberapa keluarga aktivis. Saat itu, civitas dan aktivitas SBSI dilakukan secara rahasia.

Mengingat semakin kuatnya tekanan, SBSI akhirnya mengubah strategi perjuangan. Strateginya adalah perjuangan atau perlawanan dilakukan dengan melibatkan jaringan luar negeri; LSM internasional, kedutaan besar asing, media asing dan melamar menjadi anggota afiliasi wadah serikat buruh luar negeri.

BACA JUGA  Muhammadiyah Tetapkan 1 Ramadan 1442 H Tanggal....?

SBSI kemudian bergabung menjadi afiliasi Internasional dari serikat buruh internasional yang saat itu ada dua, yaitu ICFTU dan WCL.

Perluasan jaringan internasional juga dilakukan dengan menggalang lobby internasional ke IMF dan Word Bank, bertemu dengan Presiden USA, Mr. Clinton, PM Kanada, Uni Eropa, dan lain-lain. Terbukti, lobbi ini sangat efektif untuk menjadikan SBSI menjadi serikat buruh yang diperhitungkan pemerintah Indonesia.

Setelah berjuang selama 6 tahun, diikuti krisis ekonomi serta gelombang reformasi yang melanda Indonesia, Pemerintah BJ Habibie yang menggantikan Soeharto akhirnya bersedia meratifikasi konvensi ILO 87, yang mengatur kebebasan berserikat bagi buruh.

Pada saat itu SBSI memiliki 11 sektor dan 300 ribu anggota. Pada tahun 2003, SBSI kemudian berubah nama menjadi Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia dengan 11 anggota federasi afiliasi, diantaranya; Garteks, Lomenik, KUI, Hukatan, Kikes, Fesdikari, FTA, Bupela, Nikeuba, FPE dan Kamiparho. KSBSI memiliki 350 DPC dan 20 Korwil.

Menjadi KSBSI

Pada Kongres ke VIII tahun 2019, untuk menyesuaikan kebutuhan, perkembangan zaman, aspirasi anggota affiliasi dan untuksoliditas organisasi maka nama organisasi dirubah menjadi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia disingkat menjadi KSBSI dengan 10 federasi yang berafiliasi didalamnya. 10 Federasi itu adalah:

1. Federasi Konstruksi, Umum dan Informal (FKUI), saat ini berganti nama menjadi Federasi Kebangkitan Buruh Indonesia disingkat FKUI;

2. Federasi Serikat Buruh Niaga, Informatika, Keuangan, Perbankan dan Aneka Industri (FSB NIKEUBA);

3. Federasi Serikat Buruh Kimia, Industri Umum, Farmasi dan Kesehatan (FSB KIKES);

4. Federasi Kehutanan, Industri Umum, Perkayuan, Pertanian dan Perkebunan (F HUKATAN);

5. Federasi Serikat Buruh Garmen, Kerajinan, Tekstil, Kulit dan Sentra Industri (FSB GARTEKS);

6. Federasi Pertambangan dan Energi (FPE);

7. Federasi Serikat Buruh Makanan, Minuman, Pariwisata, Restoran, Hotel dan Tembakau (FSB KAMIPARHO);

8. Federasi Logam, Mesin dan Elektronik (F LOMENIK);

9. Federasi Serikat Pendidikan, Pelatihan dan Industri (FESDIKARI);

10. Federasi Transportasi, Industri Umum dan Angkutan (FTA), saat ini berubah nama singkatan dari FTA menjadi FTIA.

[*/REDHUGE/KBB]

- Advertisement -spot_imgspot_img
Must Read
Terbaru
- Advertisement -spot_imgspot_img
Baca Juga :