spot_img
spot_img
spot_img
BerandaBerita UtamaKSBSI: UU Cipta Kerja Dibahas di Sidang ILC, Jadi Sorotan Tajam Internasional
Minggu, April 28, 2024

KSBSI: UU Cipta Kerja Dibahas di Sidang ILC, Jadi Sorotan Tajam Internasional

spot_imgspot_img

“Jadi kawan, tidak boleh ada konfederasi tertentu yang mengklaim bahwa ini adalah hasil dari perjuangan mereka sendiri, karena tanpa persetujuan kami KSBSI, kasus ini tidak akan pernah sampai pada sidang international tahunan ILC.” tegasnya.

Kantorberitaburuh.com, JENEWA – International Labour Organization (ILO) kembali menggelar sidang tahunan International Labour Conference (ILC) [ke-111] di Jenewa, Swiss, 5 – 16 Juni 2023. Dalam sidang kali ini, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Omnibus Law UU Cipta Kerja jilid 2), menjadi sorotan tajam duhia internasional.

UU paling kontroversial ini dibahas langsung dalam sidang International Labour Conference (ILC) ke-111 pada Kamis (8/6/2023) kemarin waktu setempat.

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mengungkapkan pembahasan UU Cipta Kerja paling kontroversial yang sarat masalah dan berdampak buruk pada Buruh Pekerja Indonesia, diinisiasi oleh KSBSI dan KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) dalam perjuangan panjang untuk dibahas dalam sidang tahunan ILC ke-111 ini.

“Pada akhirnya UU Cipta Kerja masuk dalam pembahasan sidang ILC ke 111 yang diinisiasi oleh KSBSI (Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia) dan KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) melalui perjuangan panjang dan diskusi kurang lebih 2,5 tahun dengan ITUC (International Trade Union Confederation).” kata Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban dalam pernyataan resminya, dikutip Jumat (9/6/2023).

Menurut Elly, awalnya kasus indonesia masuk didalam daftar panjang, no 18, namun melalui lobby ketat yang dilakukan oleh ITUC, Cipta kerja masuk pada sorotan khusus pada salah satu urutan teratas.

BACA JUGA  Inilah Kader KSBSI yang Terpilih jadi 'Titular Member of Womens Committe ITUC AP'

“Sebagai ketua delegasi untuk tahun 2023 (tiap tahun ketua delegasi berganti), KSPI yang membacakan statement, statement yang dipersiapkan melalui serangkaian diskusi yang didampingi oleh ITUC.” jelas Elly.

Eks Chair Labour 20 pada Konferensi Tingkat Tinggi negara-negara G-20 Bali 2022 ini menegaskan tanpa persetujuan KSBSI, maka tidak akan ada pembahasan UU Cipta Kerja di ILC Jenewa, Swiss. Oleh sebab itu, Elly menegaskan tak boleh ada konfederasi yang mengklaim berjuang sendiri.

“Jadi kawan, tidak boleh ada konfederasi tertentu yang mengklaim bahwa ini adalah hasil dari perjuangan mereka sendiri, karena tanpa persetujuan kami KSBSI, kasus ini tidak akan pernah sampai pada sidang international tahunan ILC.” tegasnya.

Dipenuhi Perdebatan

Sementara itu, Maria Emeninta perwakilan ACVCSC Regional Asia yang juga aktivis Buruh KSBSI dalam tulisan opininya mengulas bagaimana sidang ILC membahas UU Cipta Kerja.

“Sidang ILC-111 Jenewa, Hari ini, pukul 15.00 waktu setempat atau 20.00 waktu Jakarta pada, Kamis, 8 Juni 2023, di sidang ILO mengangkat persoalan indikasi pelanggaran kebebasan berserikat dan perundingan bersama dengan munculnya UU No.6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.” tulis Maria dalam Opini yang dikutip dari Media Jejaring KSBSI.ORG, Jumat (9/6/2023).

BACA JUGA  KSBSI Ikut Demo Solidaritas di Brussel, Bersama Melawan Penghematan

Ia yang mengikuti persidangan langsung di Jenewa menyatakan, dalam sidang tersebut, Perdebatan panjang dan saling meng-‘counter’ isu terjadi sangat ketat, antara pemerintah Indonesia yang memberikan pembelaan dengan serikat buruh yang menggugat regulasi spektakuler (Kontroversial) tersebut.

Sementara itu, seperti diduga, pengusaha berada pada sisi pemerintah yang secara jelas menyampaikan pembentukan UU Cipta Kerja adalah (diklaim) untuk stimulus investasi.

“Tak kurang dari 6 intervensi serikat buruh kuat yang berasal dari Amerika Serikat, Brazil, Korea Selatan, Belanda dan Australia mengulas sudut pandang berbeda atas buruknya Perppu dan Cipta Kerja, mulai dari persoalan prosedur pembuatan undang-undang yang inkonstitusional, substansi berbagai aturan turunan yang mendegradasi hak buruh terkait upah, outsourcing, buruh kontrak dan kebebasan berserikat sampai pada pemerintah yang telah diminta Mahkamah Konstitusi membatalkan serta memperbaiki regulasi tetapi pemerintah justru memaksakan diri melahirkan undang-undang baru serupa dengan alasan perang Rusia Ukraina dan kemudahan investasi.” jelasnya.

Maria menulis, sorotan yang cukup mengundang dengung peserta cukup signifikan Ketika Clare Middlemas dari ACTU Australia yang menjadi juru bicara utama buruh menyoroti kasus “stay cation” buruh perempuan di Jawa Barat yang harus bersedia diajak bermalam pengusaha kalau mau melanjutkan kontrak kerjanya.

Sebanyak 3 pengusaha dari Amerika Serikat, Belarus, Algeria, Yunani dan Brunei Darussalam yang mewakili ASEAN membela pemerintah Indonesia dengan mendukung statemen pemerintah yang disampaikan Surya Lukita Warman dari Kemnaker RI, bahkan secara tersirat mengakui perlunya perbaikan undang-undang ini.

BACA JUGA  Potret: Usai Palembang, Jabar dan Jakarta, Giliran KSBSI Kaltara Gelar Rakerwil

Sementara sanggahan pengusaha yang disampaikan Myra Hanartani-APINDO mencoba memperkuat argumen pentingnya stimulus ekonomi dan beberapa ulasan yang menunjukkan perbaikan kondisi perburuhan di Indonesia termasuk bertumbuhnya pekerjaan, sekaligus meningkatnya keberadaan serikat buruh, dapat disimpulkan bahwa kebebasan berorganisasi tidaklah memburuk, tetapi juga meminta ILO memberi bantuan teknis untuk menyikapi persoalan ini.

Sanggahan tambahan yang makin membuktikan buruknya imbas Cipta Kerja dan Perppu disampaikan oleh 3 observer dari IndustryAll, BWI dan PSI dengan beberapa kasus tingkat perusahaan dan sektor berbeda yang diakhiri juru bicara buruh Clare Middlemas bahwa ulasan yang disampaikan membuktikan Indonesia dalam kondisi serius terhadap pelanggaran kebebasan berorganisasi dan berunding bersama.

“Eksploitasi, diskriminasi adalah bukti lemahnya implementasi konvensi 98 di negri ini. Tidak ada progress yang cukup baik dan pemerintah duduk bersama buruh untuk membahas isu dan kasus-kasus tersebut. Jadi, pemerintah sudah seharusnya menunda dan mengamandemen pemberlakuan UU No 6 tahun 2023, juga secara konkrit mendukung implementasi perundingan bersama di tingkat wilayah dan perusahan. Pada akhirnya buruh meminta komite membuat direct kontak mission di Indonesia.

Komite khusus Norma Standard yang menjadi Komite terpenting di ILO akan mendalami kasus ini dan mengambil keputusan sebelum tanggal 12 Juni menjelang berakhirnya sidang tahunan ILO 2023.” demikian Maria Emeninta.

[REDHUGE/KBB]

- Advertisement -spot_imgspot_img
Must Read
Terbaru
- Advertisement -spot_imgspot_img
Baca Juga :