spot_img
spot_img
spot_img
BerandaBerita UtamaTolak Ciker dan Turunannya, Hory Siapkan Tindakan Litigasi dan Non Litigasi, Apa...
Jumat, April 26, 2024

Tolak Ciker dan Turunannya, Hory Siapkan Tindakan Litigasi dan Non Litigasi, Apa Itu?

spot_imgspot_img

Kantorberitaburuh.com, JAKARTA – Koordinator Wilayah Konfederasi Serikat Buruh seluruh Indonesia (KSBSI) Provinsi DKI Jakarta, M. Hory menolak tegas aturan turunan dalam pelaksanaan Undang-undang cipta kerja (Ciker) klaster ketenagakerjaan yang diterbitkan pemerintah pada 2 Februari 2021.

Hal itu diutarakan Hory saat diwawancarai peserta pelatihan Jurnalis KSBSI yang digelar di Jakarta, Minggu 18 April 2021 kemarin. Menurut dia, aturan turunan pada UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan itu adalah Peraturan pemerintah (PP) nomor 34, 35, 36 dan 37.

Mengenai Pasal 8 pada PP 35, khususnya tentang perubahan PKWT yang terjadi, Hory berpendapat bahwa batasan yang diberikan dalam Undang-undang itu merugikan buruh dimana buruh berpotensi tidak bisa menjadi buruh tetap.

Ambil Tindakan Litigasi dan Non Litigasi

Selain itu ketika buruh PKWT diberhentikan lalu mendapatkan kompensasi, juga terjadi perubahan pada UU cipta kerja, yakni kompensasi yang dinilainya justru merugikan buruh.

BACA JUGA  PERPALI Siap Cetak Profesional di Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Mengantisipasi pemberlakuan UU Cipta Kerja beserta aturan turunannya, akan ada tindakan yang siap dilakukan Korwil KSBSI DKI Jakarta ini.

“Banyak yang sangat merugikan kaum buruh, artinya.. kami serikat buruh akan melakukan tindakan, baik litigasi maupun non litigasi,” tegasnya.

Umumnya tindakan litigasi dapat diartikan bahwa penyelesaian kasus atau sengketa (terutama pada hubungan industrial) akan dibawa ke jalur pengadilan.

Sementara non litigasi berarti penyelesaian sengketa atau masalah hukum (terutama hubungan industrial) dibawa di luar pengadilan atau dilakukan Penyelesaian Sengketa jalur alternatif.

Hory mengatakan, tindakan itu diambil sebagai langkah antisipasi potensi sengketa yang mendera buruh saat undang-undang itu diberlakukan.

Mengenai Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dalam undang-undang cipta kerja, Hory berpendapat bahwa, masih ada kelebihan dan kekurangannya, apakah JKP pada undang-undang cipta kerja dapat membantu buruh? atau justru berpotensi menjadi lebih buruk dari pada undang-undang tahun 2003.

BACA JUGA  Peradi Jaksel: Putusan MK Soal UU Ciker Timbulkan Ketidakpastian Hukum

Sedangkan mengenai perubahan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada aturan pelaksanaan UU Cipta Kerja, Hory mengatakan bahwa kompensasi yang diberikan sangat jauh dengan undang-undang ketenagakerjaan sebelumnya.

Dalam hal kompensasi yang diberikan oleh perusahaan pada pekerja atau buruh yang sudah diputus hubungan kerjanya, Hory menegaskan, menolak UU cipta kerja beserta aturan turunannya.

Picu Konflik

Untuk diketahui, UU Cipta Kerja masih dalam proses sengketa di Mahkamah Konstitusi pasca digugat kalangan sipil dan organisasi buruh untuk dibatalkan. Saat ini proses sidang masih berlangsung.

Kalangan buruh berpendapat, jika proses gugatan judicial review masih dalam proses persidangan, maka aturan dalam undang undang klaster ketenagakerjaan seharusnya masih menganut atau mengadopsi UU ketenagakerjaan sebelumnya, yakni UU nomor 13 tahun 2003.

BACA JUGA  Apa Saja Hak Seseorang yang Ditangkap, Ditahan, atau Digeledah?

Namun sebaliknya, ada kalangan pengusaha dan pemerintah yang beranggapan bahwa saat UU Cipta Kerja resmi disahkan, maka UU itu sudah dianggap telah berlaku, meski masih dalam proses persidangan.

Dua pandangan inilah yang berpotensi memicu terjadinya konflik atau sengketa hubungan Industrial. Demikian M Hory menegaskan.

(Kelompok 2 Pelatihan Jurnalis KSBSI)

- Advertisement -spot_imgspot_img
Must Read
Terbaru
- Advertisement -spot_imgspot_img
Baca Juga :