spot_img
spot_img
spot_img
BerandaBerita UtamaSoroti Perubahan Iklim, Sekjen PBB: Tindakan Kolektif atau Bunuh Diri Kolektif
Minggu, Mei 5, 2024

Soroti Perubahan Iklim, Sekjen PBB: Tindakan Kolektif atau Bunuh Diri Kolektif

spot_imgspot_img

Kantorberitaburuh.com, BERLIN – Isu perubahan iklim, krisis energi dan dampak lingkungan dari konsentrasi gas rumah kaca diprediksi memburuk dari waktu ke waktu, berdampak langsung pada masyarakat global dan hal ini menjadi perhatian khusus Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres.

Guterres memperingatkan konsentrasi gas rumah kaca, kenaikan permukaan laut, dan panas laut telah memecahkan rekor baru. Dia menyeru semua negara untuk bertindak bersama atau akan menanggung akibat buruknya.

“Delapan bulan yang lalu kita meninggalkan COP26 dengan target 1,5 derajat. Sejak itu, denyut nadinya semakin melemah,” kata dia di acara Petersberg Climate Dialogue, Berlin, Jerman.

“Setengah dari umat manusia berada di zona bahaya dari banjir, kekeringan, badai ekstrem, dan kebakaran hutan. Tidak ada bangsa yang kebal. Namun, kita terus melanjutkan kecanduan kita akan bahan bakar fosil.” tambahnya.

“Yang paling mengganggu saya adalah, dalam menghadapi krisis global ini, kita gagal bekerja sama sebagai komunitas multilateral. Negara-negara terus saling menyalahkan alih-alih bertanggung jawab atas masa depan kolektif kita,” ujar dia seperti dilansir Sindonews.com, Senin (18/7/2022).

Guterres meyakinkan, “Kita tidak bisa terus seperti ini. Kita harus membangun kembali kepercayaan dan bersatu, untuk menjaga suhu 1,5 derajat dan membangun komunitas yang tahan iklim. Janji yang dibuat harus janji yang ditepati.”

BACA JUGA  Di COP26 Glasgow, Indonesia Beberkan Langkah Mengatasi Dampak Perubahan Iklim

“Untuk melindungi manusia dan planet ini, kita membutuhkan pendekatan menyeluruh yang memenuhi masing-masing pilar Perjanjian Paris ini, dengan kecepatan dan skala,” paparnya.

Kurangi Emisi

“Pertama, kita perlu mengurangi emisi, sekarang. Setiap negara perlu meninjau kembali dokumen Nationally Determined Contributions. Kita perlu menunjukkan di COP 27 bahwa revolusi energi terbarukan sedang berlangsung,” ujarnya.

Menurut Guterres, ada potensi besar untuk transisi energi yang adil yang mempercepat penghentian penggunaan batu bara dengan penerapan energi terbarukan yang sesuai. Misalnya, kesepakatan dengan Afrika Selatan pada November lalu menjadi preseden yang baik.

“Kemitraan yang sedang dibahas dengan Indonesia dan Vietnam juga penting. Mereka mewujudkan potensi kerja sama dalam semangat multilateral dan kolaboratif,” papar dia.

Dia mengungkapkan, “Namun, izinkan saya menjelaskan: upaya ini harus menjadi tambahan, bukan pengganti, untuk dukungan yang dibutuhkan negara-negara berkembang untuk memastikan transisi mereka ke masa depan yang bersih dan tahan iklim.”

Dia berharap G7 dan G20 menunjukkan kepemimpinan pada energi terbarukan, dan pada kerja sama dengan itikad baik.

Sistem Peringatan Dini

“Kedua, kita harus memperlakukan adaptasi dengan urgensi yang dibutuhkan. Satu dari tiga orang tidak memiliki cakupan sistem peringatan dini,” ujar dia.

BACA JUGA  F Hukatan Tanjung Jabung Barat Desak 2 Perusahaan Tunaikan Janji

Orang-orang di Afrika, Asia Selatan, serta Amerika Tengah dan Selatan 15 kali lebih mungkin meninggal karena peristiwa cuaca ekstrem. Ketidakadilan yang besar ini tidak dapat bertahan. Dia mendorong cakupan sistem peringatan dini universal dalam lima tahun ke depan, sebagai permulaan.

“Dan mari tunjukkan bagaimana kita dapat menggandakan pendanaan adaptasi menjadi USD40 miliar per tahun dan bagaimana Anda akan meningkatkannya menjadi pendanaan mitigasi yang setara,” papar dia.

100 Miliar Dolar AS

“Ketiga, seriuslah tentang keuangan yang dibutuhkan negara berkembang. Setidaknya, berhentilah melakukan lip service pada janji 100 miliar dolar AS per tahun. Berikan kejelasan melalui tenggat waktu dan kepastian kapan dana itu dikirim,” papar dia.

Guterres ingin memastikan bahwa mereka yang paling membutuhkan dana dapat mengaksesnya. Sebagai pemegang saham bank pembangunan multilateral, negara maju harus menuntut pengiriman segera dari investasi dan bantuan yang diperlukan untuk memperluas energi terbarukan dan membangun ketahanan iklim di negara-negara berkembang.

Tuntut agar bank-bank ini menjadi layak untuk tujuan. Menuntut agar bank-bank itu mengubah kerangka kerja dan kebijakan mereka untuk mengambil lebih banyak risiko dan secara dramatis meningkatkan rasio mobilisasi investasi swasta yang saat ini sangat buruk, USD29 sen untuk setiap dolar AS.

BACA JUGA  Jokowi Akui Pemerintah Tak Prediksi Munculnya Covid Varian Delta

Mereka harus meningkatkan pendanaan yang tidak memerlukan sovereign guarantee, janji pemerintah untuk membebaskan tanggung jawab pihak ketiga dalam hal wanprestasi. Dan mereka harus menggunakan kemitraan dan instrumen untuk mengambil risiko yang akan melepaskan triliunan dolar AS investasi swasta yang dibutuhkan.

Darurat Iklim Bersama

“Keempat, kerugian dan kerusakan sudah terjadi terlalu lama. Kondisi ini mengikis kepercayaan yang kita butuhkan untuk mengatasi darurat iklim bersama,” papar dia.

Dia menjelaskan, “Saya telah melihat secara langsung dampak kenaikan permukaan laut, kekeringan yang melumpuhkan, dan banjir yang menghancurkan. Kerugian dan kerusakan terjadi sekarang.”

Menurut dia, “Kita butuh respons global yang nyata yang menjawab kebutuhan orang-orang, komunitas, dan negara yang paling rentan di dunia. Langkah pertama adalah menciptakan ruang dalam proses iklim multilateral untuk mengatasi masalah ini, termasuk pendanaan untuk kerugian dan kerusakan.”

“Ini harus menjadi dekade aksi iklim yang menentukan. Yang berarti kepercayaan, multilateralisme, dan kolaborasi. Kita punya pilihan: tindakan kolektif atau bunuh diri kolektif. Pilihan itu ada di tangan kita,” ujar dia.

[*/REDKBB]

- Advertisement -spot_imgspot_img
Must Read
Terbaru
- Advertisement -spot_imgspot_img
Baca Juga :