spot_img
spot_img
spot_img
BerandaBerita UtamaMalangnya Buruh Semarang, Hadapi Banjir Rob Tak Berkesudahan
Jumat, Mei 3, 2024

Malangnya Buruh Semarang, Hadapi Banjir Rob Tak Berkesudahan

spot_imgspot_img

Kantorberitaburuh.com, SEMARANG – Nasib ribuan buruh yang bekerja di daerah terdampak banjir Rob (naiknya air laut) di Pelabuhan Tanjung Emas, khususnya di kawasan Lamicitra Semarang kian kusut dan makin tak pasti. Kondisi banjir rob yang kerap terjadi ternyata berpengaruh langsung pada kondisi mental buruh.

Banyak yang stres, banyak pula yang memutuskan resign dengan pertimbangan ekonomis. Jumlahnya mencapai ratusan buruh. Mereka resign karena bekerja di sana justru berakhir menambah utang. Sebagai misal untuk memperbaiki kendaraan yang rusak terendam rob.

Koordinator DPP Federasi Serikat Pekerja Indonesia Perjuangan-Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (FSPIP KASBI) Karmanto menyebut, ribuan buruh di Pelabuhan Tanjung Emas terutama di Kawasan Lamicitra tak hanya alami stres akibat rob. Lebih dari itu, mereka alami trauma dan depresi.

Buktinya, ketika ada info hoax tanggul Lamicitra jebol lagi pada Kamis (2/6/2022), para buruh lari belingsatan menyelamatkan diri. Para buruh alami trauma sehingga ketika mendengar kabar rob datang lagi mereka sangat ketakutan.

“Yang mengalami stres ribuan buruh, saya sendiri mengalami. Setiap mau berangkat kerja was-was ga berangkat kerja kena PHK,” bebernya seperti dilansir Tribunjateng,com, Selasa (21/6/2022).

Ketidakseriusan Pemerintah

Melihat kondisi itu, Karmanto meminta pemerintah dan pengelola kawasan Pelabuhan agar benar-benar serius dalam menangani ancaman rob. Ia menganggap, selama ini penanganan rob di kawasan pelabuhan Tanjung Emas Semarang tak ditangani secara serius. Buktinya, banjir rob besar kembali merendam kawasan tersebut pada Senin (20/6/2022).

BACA JUGA  KNPA dan KASBI Mendesak Hentikan Kriminalisasi dan Perampasan Wilayah Adat Masyarakat Marjun

Padahal BMKG telah memprediksi kenaikan air pasang itu namun kesannya tak diperhatikan oleh pengelola pelabuhan.

“Okelah, kami sepakat banjir rob pada 23 Mei lalu sebagai musibah, tapi kemarin kog bisa banjir rob lagi? Seharusnya banjir rob kedua kemarin sebenarnya dapat ditanggungali semisal serius,” tegasnya.

Ia menilai, banjir rob kemarin sebagai bentuk ketidakseriusan pemerintah. Dugaannya, banjir itu terjadi lantaran buruknya drainase yang dibuat pengelola Lamicitra dan Pelindo. Sebab, tanggul di kawasan Lamicitra yang Mei lalu jadi biang kerok banjir rob ternyata masih kondisi aman.

“Seharusnya jika ada perhatian khusus maka ada tambahan pompa air. Sampai tadi sore air belum surut sekitaran jalan utama Pelindo dan Lamicitra masih ada genangan air rob,” terangnya.

Selain itu, menurutnya, semisal pengelola serius maka fasilitas diperbaharui seperti jalan utama yang bertahun-tahun tak diperbaharui. Jalan itu sudah sepatutnya diuruk karena sudah rawan tergenang.

“Apalagi permukaan laut dengan jalan utama hampir selisih satu meter tak heran ketika rob air laut pasti masuk,” jelasnya.

Ia melanjutkan, kondisi itu tentu berdampak bagi para buruh di kawasan tersebut. Terutama saat kejadian banjir rob kedua yang sangat berdampak terutama yang bekerja di Lamicitra.

BACA JUGA  Demonstrasi Buruh Tuntut Pembatalan Undang-undang

Seperti dirinya yang harus merogoh kantong hingga Rp2,5 juta akibat motor matiknya kerendam air rob hingga hanya keliatan spionnya saja. “Kalau digabung kerugian kerusakan motor para teman buruh saja yang ada ribuan bisa sampai ratusan juta.” kata dia.

“Beda motor beda biaya semakin besar CC dan jenis maka berbeda biaya, ada yang habis sampai Rp6 juta karena suku cadang harus indent,” ungkapnya.

Ditambah banyak perusahaan di Lamictra menganut no work no pay alias tak bekerja maka tak dibayar yang tentunya sangat memberikan dampak buruk bagi ekonomi buruh. “Para buruh ga kerja ga dibayar,” tuturnya.

Pihaknya sudah berupaya membela hak buruh seperti sempat diskusi dengan para pengusaha di Lamicitra. Mereka juga mengeluh gagal ekspor tak bisa produksi.

“Kami sudah temui Disnaker, kami minta bantuan semisal ada dana sosial, tapi mereka bekata berat melihat jumlah buruh terdampak cukup banyak, pemerintah tak mungkin nanggung beban itu,” tandasnya.

Ratusan Buruh Pilih Resign

Dikabarkan, ratusan buruh di kawasan Lamicitra juga memilih resign dari pabrik. Mereka keluar dari pekerjaannya lantaran jengah dengan banjir rob yang sering merendam kawasan tersebut. Ratusan buruh pabrik yang keluar akibat banjir rob terjadi dimulai di tahun 2021.

BACA JUGA  Tuntut Gubernur Cabut Laporan, Buruh dan Mahasiswa Banten Siapkan Aksi Besar-besaran

Gelombang buruh resign semakin besar saat terjadi tanggul jebol pada 23 Mei 2022. “Yang keluar dari pabrik tidak hanya ada satu dua tapi ratusan sudah ada databasenya di tempat kami,” kata Karmanto.

Menurutnya, ratusan buruh itu keluar sebab alami stres mengalami banjir rob tak berkesudahan. Mereka banyak mengeluarkan biaya tak seharusnya seperti harus memperbaiki motor maupun biaya akibat rob sehingga memilih keluar.

Apalagi bekerja di kawasan itu tak memiliki jaminan pekerja akan aman bebas dari musibah rob. Sekaligus tidak mendapatkan penghidupan malah menambah utang yang nantinya tidak bisa dibayarkan.

“Banjir rob memang sudah sering terjadi. Saya sudah kerja di Lamicitra selama 13 tahun dan sering terjadi rob,” terangnya.

Ia menjelaskan, para pekerja yang resign berusia di bawah 30 tahun. Mereka berani memilih keluar kerja di pabrik karena seusia mereka masih ada jenjang pekerjaan lain yang lebih menjamin penghidupan. “Sebaliknya buruh usia tua di atas 40 tahun seperti saya mau tidak mau tetap bertahan,” tandasnya.

[*/REDKBB]

- Advertisement -spot_imgspot_img
Must Read
Terbaru
- Advertisement -spot_imgspot_img
Baca Juga :