spot_img
spot_img
spot_img
BerandaBerita UtamaGerakan Buruh Indonesia dari Zaman Kolonial Hingga Berakhirnya Soekarno
Sabtu, Mei 4, 2024

Gerakan Buruh Indonesia dari Zaman Kolonial Hingga Berakhirnya Soekarno

spot_imgspot_img

Oleh: Appridzani Syahfrullah, (*)

SEJARAH PERBURUHAN di Indonesia sangatlah panjang dan ini dimulai sejak keputusan tanam paksa atau cultur steelsel (Tedjakusuma, 2008:4), sejak itulah mulai diperkenalkan sistem pengupahan. Pada sebelum tanam paksa belum ada buruh, yang ada hanya petani yang memberikan upeti kepada raja.

Pada saat sistem tanam paksa tersebut dijalankan, para penggarap tanah tersebut tak dapat menikmati hasilnya dan diganti dengan upah. Dalam tatanan ekonomi apapun baik kapitalisme maupun sosialisme tetapi dalam lingkup negara industri, buruh adalah penopang ekonomi negara tersebut.

Sejalan dengan industrialisasi besar-besaran sejak zaman kolonial maka juga semakin bertambah pula jumlah buruh terutama di kawasan perkotaan.

Surabaya merupakan kota pertama di Hindia Belanda yang merayakan hari Buruh Internasional. Hal itu terjadi pada tanggal 1 Mei 1918 yang dilakukan oleh proletariat matros dan marine[1] (Tedjakusuma, 2008) Hindia Belanda dan diikuti oleh bangsa pribumi maupun Belanda.

Peringatan ini mencerminkan situasi objektif Indonesia, di mana terdapat semangat revolusioner yang tinggi dalam perjuangan melawan imperialisme Belanda (Latief, 2004:53).

Motif utama gerakan buruh yaitu pada tahun 1910–1912 merupakan musim paceklik yang di alami kaum buruh. Harga kebutuhan pokok melonjak hingga 6%-90%. Namun naiknya harga pangan tidak diimbangi dengan naiknya upah.

Hal tersebut malah diperparah dengan PHK masal serta terbatasnya akses ekonomi yang dialami. Ini merupakan akibat dari Perang Dunia I, bahan impor untuk Indonesia tersendat karena kapal-kapal Belanda sebagian besar dialokasikan untuk kepentingan perang. Selain itu juga Inggris melakukan embargo terhadap Hindia Belanda.

Selain gerakan buruh, mahasiswa juga sangat berperan penting dalam periode pergerakan nasional.[2] Perlu diketahui, dalam sejarah pergerakan nasional, sebenarnya peran mahasiswa tidak begitu berpengaruh karena beberapa faktor.

Pertama, mahasiswa merupakan kelas yang tidak secara langsung mengalami penindasan yang dilakukan oleh kolonialisme Belanda.

Kedua, kaum terdidik atau mahasiswa pada saat itu sangat minim karena pendidikan pada saat itu hanya berorientasi mencetak pegawai negeri.

BACA JUGA  Moto Guzzi V7 dan V85 TT Travel Resmi Diluncurkan, Harga Berapa?

Dan yang ketiga, tumpuan perubahan sosial adalah mobilisasi massa.

Massa buruh merupakan massa yang paling revolusioner karena selain memiliki kuantitas yang besar, buruh juga berhadapan langsung dengan penindasan yang dilakukan oleh kolonialisme Belanda (Ingleson, 2014:190). Peran mahasiswa menjadi maksimal apabila mahasiswa mampu melebur dengan gerakan buruh.

Seperti yang kita ketahui para founding father kita adalah organisatoris buruh yang tulen seperti Semaoen, Soekarno, Tan Malaka, Sutan Sjahrir, dan juga dr. Soetomo.

Maka bukan hal yang baru lagi semua partai politik di era kepemimpinan Soekarno berlomba-lomba untuk melebarkan sayap di kalangan buruh.

PNI dengan SKBM (Serikat Kaum Buruh Marhaen), NU dengan SARBUMUSI (Serikat Buruh Muslimin Indonesia), Masyumi dengan SBII (Serikat Buruh Islam Indonesia), dan PKI dengan SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) — yang pada saat itu merupakan organisasi buruh terbesar dengan memiliki lebih dari 3,5 juta anggota (Tedjakusuma, 2008).

Dengan bergabungnya serikat buruh ke dalam partai politik menjadi konsekuensi logis bahwa gerakan buruh yang dibangun bukan semata-mata gerakan buruh yang bersifat ekonomis, namun juga politis. Seperti halnya yang dilakukan di Balikpapan, tuntutan buruh bukan hanya bicara soal kesejahteraan namun juga soal nasionalisasi aset.

Sebetulnya jika boleh jujur, perusahaan yang sekarang menjadi BUMN tidak akan ada tanpa adanya dorongan dari gerakan buruh itu sendiri.

Dalam perjuangan nasionalisasi aset penting, yang dihadapi para buruh bukan semata dari pihak majikan (kapitalis) namun juga menghadapi percaturan politik antar serikat buruh.

Dalam watak serikat, merupakan hal wajar bahwa terdapat serikat yang berkooptasi dengan majikan dan juga ada pula serikat yang radikal dan konsekuen untuk perjuangan nasionalisasi aset. Dalam penelitian ini beliau menyimpulkan bahwa SOBSI merupakan serikat yang paling konsisten (Sulistiyo dalam Erman & Saptari, 2013:142).

Selain itu gerakan buruh[3] juga menghasilkan kebijakan baru, pada masa pemerintahan Soekarno mulai ditetapkan peraturan baru tentang pemberlakuan Tunjungan Hari Raya atau yang biasa dikenal THR pada tahun 1950-an.

BACA JUGA  Komisi VI DPR: Investasi Miras Ancam Kehidupan Rumah Tangga Keluarga Indonesia

Perjuangan buruh bukan bergantung pada siapa yang memerintah namun perjuangan kesejahteraan buruh sepenuhnya merupakan dari konsistensi perjuangan itu sendiri. Dalam pemerintahan Soekarno pun, pemerintah tidak dapat berbuat banyak menghadapi aksi mogok dan tuntutan buruh (Suryomenggolo, 2015).

Pada era kepemimpinan Presiden Soekarno, rakyat terlibat aktif dalam perjuangan politik. Pada masa demokrasi terpimpin, rakyat juga dilibatkan dalam usaha pembebasan Irian Barat atau yang biasa disebut Operasi Trikora[4] pada tahun 1961 (Soebandrio, 2000).

Tanpa mobilisasi umum maka impian untuk merebut Irian Barat hanya impian belaka. Masa buruh juga aktif terlibat dalam upaya pembebasan, hal itu menjadi keputusan resmi kongres nasional ke-III SOBSI di Surakarta.[5] PKI juga turut berperan aktif meskipun dalam masa kini jarang dituliskan oleh buku sejarah resmi pemerintah (Latief, 2004).

Namun pasca G30S[6] (Roosa, 2008) dan berakhirnya pemerintahan Soekarno, gerakan buruh di demobilisasi dan juga mengalami demoralisasi. Organisasi buruh SOKSI[7](Sentral Organisasi Karyawan Indonesia) — yang setelah itu berubah menjadi SPSI — menjadikan organisasi tunggal yang legal dan diakui oleh pemerintah (Yuliati, 2012).

SPSI menjadi organisasi buruh yang sejalan dengan pemerintah dan dalam sepanjang perjalanan sejarah sangat jarang mengadvokasi hak normatif buruh.[8]

Demikian sejarah gerakan buruh di Indonesia, semoga menjadi pelajaran penting baik gerakan mahasiswa maupun gerakan buruh kontemporer.

Catatan Kaki:

[1] Matros dan Marine merupakan elemen buruh pelabuhan di Surabaya pada saat itu.

[2] Periode yang dimaksud berkisar tahun 1908 dengan ditandai kesadaran berorganisasi oleh pribumi Hindia yang mendirikan organisasi Boedi Oetomo sampai dibacakan teks Proklamasi oleh Soekarno yang menandakan periodesasi babak baru dalam historiografi Indonesia.

[3] Setidaknya perjuangan buruh tersebut didukung oleh presiden yang pada saat itu dijabat oleh Soekarno dan yang menjadi menteri perburuhan ialah Iskandar Tedjakusuma dari fraksi PSI.

BACA JUGA  Demo Sentra Food, Kantor Kosong Sebulan WFH, Alson: Mereka Bohong!?

[4] Trikora singkatan dari Tri Komando Rakyat yaitu pertama gagalkan pembentukan negara boneka Papua, yang kedua kibarkan sang merah-putih di Irian Barat tanah air Indonesia, dan yang ketiga bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.

[5] Baca hasil kongres ke III SOBSI di Surakarta. Sumber: Arsip Nasional Republik Indonesia.

[6] Peristiwa yang melegitimasi pembunuhan massal yang dilakukan oleh sebagian kaum reaksioner untuk membunuh perjuangan konsisten yang pada masa itu sangat dimusuhi kaum elit borjuasi dan didukung oleh TNI AD.

[7] SOKSI secara harfiah karyawan mempunyai arti yang sejalan dengan majikan. Pembentukan organisasi ini didukung oleh tokoh bekas Masyumi, PSI, dan juga Angkatan Darat untuk meredupkan pengaruh SOBSI yang memiliki lebih dari 3,5 juta anggota.

[8] Jika SPSI memperjuangkan nasib buruh maka kasus Marsinah tidak akan pernah ada, dan dalam 13 tuntutan salah satunya yaitu bubarkan SPSI.

Referensi:

Arsip Nasional Republik Indonesia. Kongres ke-III SOBSI di Surakarta.

Erman, Erwiza dan Ratna Saptari (eds). 2013. Dekolonisasi Buruh Kota dan Pembentukan Bangsa. Jakarta: Obor.

Ingleson, John. 2014. Buruh, Serikat Dan Politik: Indonesia pada 1920an-1930an. (terj. Andi Achdian). Tangerang Selatan: Marjin Kiri.

Latief, Busjarie. 2004. Manuskrip Sejarah 45 Tahun PKI (1920–1965). Bandung: Ultimus.

Roosa, John. 2008. Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Soeharto. (terj. Hersri Setiawan). Jakarta: Hasta Mitra.

Soebandrio. 2000. Meluruskan Sejarah Perjuangan Irian Barat. Jakarta: Yayasan Kepada Bangsaku.

Suryomenggolo, Fajar. 2015. Politik Perburuhan Era Demokrasi Liberal 1950an. Tangerang Selatan: Marjin Kiri.

Tedjakusuma, Iskandar. 2008. Watak Politik Gerakan Serikat Buruh Indonesia. Jakarta: TURC.

Yuliati, Dewi. 2012. Nasionalisme Buruh Dalam Sejarah Indonesia. Semarang: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro.

*Penulis adalah Jurnalis Medium.com;
*Judul Asli: Sejarah Singkat Gerakan Buruh Indonesia Hingga Berakhirnya Pemerintahan Soekarno
*Sumber Publish: Medium.com

- Advertisement -spot_imgspot_img
Must Read
Terbaru
- Advertisement -spot_imgspot_img
Baca Juga :