spot_img
spot_img
spot_img
BerandaInternasionalAsia PasifikKudeta Militer Myanmar Akhir Karier Politik Aung San Suu Kyi
Jumat, April 19, 2024

Kudeta Militer Myanmar Akhir Karier Politik Aung San Suu Kyi

spot_imgspot_img

Kantorberitaburuh.com, YANGON – Dunia internasional terkejut dengan situasi politik di Myanmar pasca kudeta yang dilakukan junta militer terhadap pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint dan pejabat negara lainnya.

Merespon keadaan di Myanmar, Seorang ahli dokumentasi genosida, pengamat, sekaligus aktivis hak asasi manusia, Maung Zarni, mengatakan bahwa kudeta militer yang terjadi pada Senin (1/2/2021) sebagai tanda berakhirnya karier politik Aung San Suu Kyi.

“Saya pikir ini mungkin akhir dari karir politik Aung San Suu Kyi,” kata Zarni, yang saat ini berbasis di London, seperti dikutip dari Anadolu Agency yang dikutip Kantor Berita Buruh dari situs politik RMOL.id, Selasa (2/2/2021).

Menurutnya, sejak militer menyadari bahwa selama Suu Kyi memimpin partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), mereka tidak dapat mengharapkan publik Burma untuk memilih wakil militer.

BACA JUGA  Lawan Junta Myanmar, Pejuang Karenni Buka Front Perlawanan Baru

Militer Myanmar, yang secara resmi dikenal sebagai Tatmadaw akhirnya mengambil alih kekuasaan, dan mengumumkan keadaan darurat selama satu tahun.

Dikecam Atas Pembantaian Etnis Muslim Rohingya

Suu Kyi menjabat sebagai pemimpin de facto Myanmar dari 2016 hingga 2021, setelah perjuangan panjang untuk demokrasi di negara Asia Selatan yang membuatnya mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian 1991.

Namun, dia sendiri tetap diam atas pembantaian Rohingya. Pembelaannya terhadap genosida militer di pengadilan internasional menuai kritik keras di seluruh dunia.

Dalam dua pemilu terakhir – pada 2015 dan 2020 – militer menyadari bahwa mereka tidak dapat memainkan permainan pemilu ini dengan Suu Kyi, yang menikmati dukungan politik luar biasa dari publik.

BACA JUGA  Bengis, Militer Myanmar Buru 20 Pemimpin Serikat Buruh

Kudeta buku Orwellian

Zarni, yang selama ini dikenal menentang kekerasan di Negara Bagian Rakhine dan krisis pengungsi Rohingya, menyebut perebutan kekuasaan militer sebagai ‘kudeta buku Orwellian’. Orwellian adalah suatu kondisi di mana kebebasan berpikir hilang atau rusak.

Suatu masyarakat dapat dikatakan ‘Orwellian’ jika pada masyarakat itu terdapat sikap dan pengontrolan pemikiran secara draconian atau masif melalui propaganda, pengawasan, misinformasi, doublethink, doublespeak, serta manipulasi sejarah.

“Karena para pembuat kudeta, para jenderal Burma membingkai kudeta sebagai tindakan untuk melindungi dan mempertahankan keutuhan proses demokrasi,” jelasnya.

Konsekuensi langsung dari kudeta tersebut dapat berupa pembubaran partai NLD yang berkuasa dan penghancuran posisi dewan negara Suu Kyi, terang Zarni.

BACA JUGA  Ribuan Pendukung Militer Mengamuk, Serang Demonstran Anti-Kudeta

Plt Presiden Myanmar

Dia berargumen bahwa militer menjadikan kudeta ini sebagai kudeta konstitusional dalam mempertahankan transisi demokrasi.

“Konstitusi adalah angsa emas mereka. Itu memberi mereka telur setiap hari dalam kehidupan politik mereka,” kata Zarni.

Pasca penangkapan Suu Kyi, Militer mengkonfirmasi telah mengambil alih kekuasaan dengan menunjuk seorang jenderal sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Presiden dan mengumumkan keadaan darurat hingga 1 tahun.

Pengumuman keadaan darurat disampaikan di Myawaddy TV milik militer Myanmar. (*/RedKBB)

- Advertisement -spot_imgspot_img
Must Read

Dosa Kolektif

Terbaru
- Advertisement -spot_imgspot_img
Baca Juga :