spot_img
spot_img
spot_img
BerandaBerita UtamaYLBHI: Perppu Cipta Kerja Kudeta atas Konstitusi?
Senin, April 29, 2024

YLBHI: Perppu Cipta Kerja Kudeta atas Konstitusi?

spot_imgspot_img

Kantorberitaburuh.com, JAKARTA – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) beraksi keras atas terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan sebagai Pengganti UU Cipta Kerja yang Inkonstitusional Bersyarat.

Inkonstitusional Bersyarat merupakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 25 November 2021 melalui Putusan No. 91/PUU-XVIII/2020.

Dalam Putusan tersebut, MK memerintahkan pembentuk Undang-Undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan diucapkan. Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen.

Selain itu, MK juga memerintahkan Pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“YLBHI menilai penerbitan PERPU ini jelas bentuk pembangkangan, pengkhianatan atau kudeta terhadap Konstitusi RI, dan merupakan gejala yang makin menunjukkan otoritarianisme pemerintahan Joko Widodo.” terang Muhamad Isnur, Ketua Umum YLBHI dalam keterangan Pers yang diterima KANTOR BERITA BURUH, Rabu (3/1/2023).

BACA JUGA  Harga Gabah Anjlok, Bupati Jombang Tolak Impor Beras

Menurut YLBHI, penerbitan Perppu Cipta Kerja ini semakin menunjukkan bahwa Presiden tidak menghendaki pembahasan kebijakan yang sangat berdampak pada seluruh kehidupan bangsa dilakukan secara demokratis melalui partisipasi bermakna (meaningful participation) sebagaimana diperintahkan MK.

Ia mengatakan, Presiden justru menunjukkan bahwa kekuasaan ada di tangannya sendiri, tidak memerlukan pembahasan di DPR, tidak perlu mendengarkan dan memberikan kesempatan publik berpartisipasi. “Hal ini jelas bagian dari pengkhianatan konstitusi dan melawan prinsip-prinsip negara hukum yang demokratis.” terangnya.

Menurut Muhamad Isnur, YLBHI menegaskan, Penerbitan Perppu ini jelas tidak memenuhi syarat diterbitkannya Perppu yakni adanya hal ihwal kegentingan yang memaksa, kekosongan hukum, dan proses pembuatan tidak bisa dengan proses pembentukan UU seperti biasa.

“Presiden seharusnya mengeluarkan Perppu Pembatalan UU Cipta Kerja sesaat setelah UU Cipta Kerja disahkan, karena penolakan yang massif dari seluruh elemen masyarakat. Tetapi, saat itu Presiden justru meminta masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja melakukan judicial review. Saat MK memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional, Presiden justru mengakalinya dengan menerbitkan Perppu.” terangnya.

BACA JUGA  Datangi DPR RI, KSBSI Sampaikan Tidak Kondusifnya Perburuhan pasca lahirnya UU Ciker

“Perintah Mahkamah Konstitusi jelas bahwa Pemerintah harus memperbaiki UU Cipta Kerja, bukan menerbitkan Perppu. Dampak perang Ukraina-Rusia dan ancaman inflasi dan stagflasi yang membayangi Indonesia adalah alasan yang mengada-ada dan tidak masuk akal dalam penerbitan Perppu ini.” tandasnya.

Menurut YLBHI, alasan kekosongan hukum juga alasan yang tidak berdasar dan justru menunjukkan inkonsistensi dimana pemerintah selalu mengklaim UU Cipta Kerja masih berlaku walau MK sudah menyatakan inkonstitusional.

“Mahkamah Konstitusi dalam putusannya juga melarang Pemerintah membentuk Peraturan-peraturan turunan pelaksana dari UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan Inkonstitusional bersyarat. Tetapi dalam perjalanannya Pemerintah terus membentuk peraturan turunan tersebut.” beber Muhamad Isnur.

Atas dasar itu, YLBHI kembali menegaskan, penerbitan Perppu UU Cipta Kerja menunjukkan konsistensi ugal-ugalan dalam pembuatan kebijakan demi memfasilitasi kehendak investor dan pemodal.

“Ini jelas tampak dari statemen pemerintah saat konferensi pers bahwa penerbitan Perppu ini adalah kebutuhan kepastian hukum bagi pengusaha, bukan untuk kepentingan rakyat keseluruhan. Penerbitan Perppu ini semakin melengkapi ugal-ugalan Pemerintah dalam membuat kebijakan seperti UU Minerba, UU IKN, UU Omnibus Law Cipta Kerja, Revisi UU KPK yang melemahkan, Revisi UU Mahkamah Konstitusi, UU KUHP, dan kebijakan-kebijakan lain.” bebernya.

BACA JUGA  Tegas, KSBSI Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law! Beberkan Kerugian Buruh

“Penerbitan di ujung tahun, juga menunjukkan bahwa Presiden tidak menghendaki ada reaksi dan tekanan dari masyarakat dalam bentuk demonstrasi dan lainnya, karena mengetahui warga dan masyarakat sedang dalam liburan akhir tahun.” tandas Muhamad Isnur.

Maka, atas penerbitan PERPU tersebut YLBHI menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Mengecam penerbitan PERPU No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja;
  2. Menuntut Presiden melaksanakan Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 dengan melakukan perbaikan UU Cipta Kerja dengan syarat-syarat yang diperintahkan MK;
  3. Menarik kembali PERPU No. 2 Tahun 2022;
  4. Menyudahi kudeta dan pembangkangan terhadap Konstitusi;
  5. Mengembalikan semua pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan Prinsip Konstitusi, Negara Hukum yang demokratis, dan Hak Asasi Manusia.

[REDHUGE/KBB]

- Advertisement -spot_imgspot_img
Must Read
Terbaru
- Advertisement -spot_imgspot_img
Baca Juga :