spot_img
spot_img
spot_img
BerandaBerita UtamaTanah Darosah: Perjuangan Petani Desa Purwasari
Sabtu, Mei 4, 2024

Tanah Darosah: Perjuangan Petani Desa Purwasari

spot_imgspot_img

Oleh: Mila Nabilah, Kader PRD Sukabumi, Eks LMND IPB Bogor, (*)

Kronologis Sejarah Tanah Darosah Desa Purwasari Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi

Kantorberitaburuh.com – Sebagaimana dituturkan oleh penggarap terdahulu, Fahrudin Abdullah (85 th), bahwa tanah garapan yang terletak di Desa Purwasari Kecamatan Cicurug (Darosah) ini sudah mulai digarap petani setempat sejak tahun 1958. Pada saat itu oleh Pak Ugan (alm) lahan tersebut seluruhnya ditanami singkong.

Lalu pada tahun 1973, oleh Pak Isak dari Koramil setempat diambil alih dan disewakan kepada Bah Sun Eng dan ditanami Karet hingga tahun 1982.

Menurut Abah Fahrudin, sesungguhnya tanah itu sudah menjadi haknya para penggarap tepat sebelum tanah tersebut disewakan kepada Bah Sun Eng, bahkan ditawarkan kepada Ki Aspali oleh Kanwil supaya dibayar saja tanah tersebut dengan harga 1 (satu) ringgit per m² akan tetapi petani penggarap tidak mau dan menawar seharga 5 perak, karena tak mencapai kesepakatan maka disewakanlah tanah tersebut.

Setelahnya, tanah dikelola oleh Pak H. Harry Cader untuk perkebunan seperti durian, coklat dan lainnya, sementara masyarakat bekerja disana sebagai buruh tani.

HGU milik Pak H. Harry Cader kemudian berakhir pada tahun 1996. Setelah HGUnya habis, Pak H. Harry Cader menyampaikan kepada Pak RT agar silakan warga boleh kembali bertanam di tanah garapan tersebut. Maka setelah itu petani pun kembali menggarap tanah darosah hingga datang proyek pengerjaan tol BOCIMI dimana konflik bermula.

Setelah BOCIMI

Menurut penuturan Pak Udin, ketika disurvei di BPN diketahui bahwa tanah Darosah tidak termasuk ke peta PT. Pasir Jeding. Akan tetapi setelah kedatangan proyek tol Bocimi tiba-tiba tanah Darosah ini di “gerebek” dan dimintai ktp-ktp dari para petani penggarap kemudian dimintai tanda tangannya oleh oknum-oknum itu, yaitu Dodi dan Rahidin yang diketahui sebagai kuasa dari PT. Pasir Jeding dengan dalih para petani akan disejahterakan, namun akhirnya tanah milik penggarap (beberapa) direbut oleh mereka.

BACA JUGA  Perizinan Lambat, Puluhan ABK 'Nganggur', Pengusaha Kapal Rugi Puluhan Juta

Pt. Pasir Jeding ini tiba-tiba saja datang dan mengklaim bahwa mereka memiliki sertipikat atas lahan Darosah.

Sebelumnya, Para petani Darosah sendiri sudah memiliki SPPT atas tanah garapan tersebut, meskipun kemudian tiba-tiba SPPT petani dinyatakan bodong oleh Desa, padahal SPPT itu resmi didapatkan dengan adanya juga juru ukur dari BPN, yang dulu meng-SPPT-kannya itu bernama Pak Asep, Pak Bani dan juru ukurnya bernama Pak Soleh dan pihak BPN menyampaikan “Itu panggil saja lurahnya kesini kalau sampai SPPT bodong”, lurahnya pada masa itu adalah Pak Tardi.

Pak Ulloh (Pak RT) saat itu kesal, dikarenakan akibat itu maka itu SPPT masyarakat Darosah tidak dimasukkan ke dalam buku besar di Desa, tiba-tiba dapat kabar bahwa di Desa Nyangkowek mendapatkan SPH sementara di sini (Darosah) tiba-tiba ada yang menawarkan “Pak Udin, kalau mau… Darosah 10.000/m² nanti diturunin SPH” karena Pak Udin meyakini tanah darosah sudah merupakan hak masyarakat penggarap sejak diserahkannya tanah oleh Pak H. Harry Cader, maka tawaran itu pun ditolak.

Mereka Yang Bertahan

Kantor Perwakilan Kabupaten Serikat Tani Nasional (KPK STN) Sukabumi, selaku organisasi yang melakukan advokasi atau pendampingan hukum di tanah darosah Desa Purwasari ini menemukan urgensi atau kedaruratan untuk segera diselesaikannya permasalahan ini.

BACA JUGA  Petani Warungkiara Bingung Sertipikat Tanah Ditarik BPN

STN mulai melakukan advokasi sejak 31 Desember 2020 lalu dan diketahui bahwa dari 52 petani penggarap yang sebelumnya bertahan, kini tersisa 21 petani penggarap yang mana satu persatu telah menyerah dengan menerima uang kerohiman (pengganti tanaman garapan) yang diketahui senilai 1.000/m² dengan bujukan bahwa dari pada petani nantinya kehilangan semuanya tanpa memperoleh uang sepeserpun, lebih baik terima saja tawaran dari PT.

selain melancarkan cara membujuk, juga dengan mengumpulkan ktp dan meminta tanda tangan serentak sebagaimana disebutkan di atas, juga dengan tekanan-tekanan verbal, mental dan dicabutinya tanaman-tanaman yang ditanami petani penggarap oleh para petugas PT.

Belum lagi, ada temuan klaim dari pihak yang nyatanya bukan pemilik tanah garapan yang mendatangi PT untuk menyerahkan sejumlah lahan yang adalah bukan miliknya dan lalu menerima uang kerohiman tersebut, melakukan tanda tangan, didokumentasi berupa foto oleh pihak PT hingga akhirnya penggarap yang merupakan penggarap sah kehilangan garapannya dan beroleh intimidasi sebagaimana terjadi pada Bu Suryati dan Pak Gandi.

Pihak petugas PT terus saja mendatangi petani dengan argumentasi bahwa mereka memiliki legalitas surat HGB dan legalitas perusahaan dan menyatakan bahwa petani penggarap telah menggarap lahan yang bukan haknya.

Sementara berdasarkan kronologis, dan dikuatkan dengan penelusuran, penyidikan serta pengumpulan data oleh Advokat Bapak Baginda Syafri SH, sudah terhimpun bukti kekuatan hukum para petani penggarap disertai juga dengan adanya Surat Pernyataan Pemberian Hibah atas nama seluruh ahli waris Alm. Bapak Eddy Sukarmas Bin Gerald Tugo Faber dan sebagai ahli waris pengganti dari Alm. Gerald Tugo Faber kepada masyarakat penggarap.

BACA JUGA  Dilanda Banjir Besar, Krisis Pangan di Korea Utara Memburuk

Langkah Hukum

Selain proses hukum yang sedang berlangsung yang dilakukan oleh advokat Baginda Syafri SH, STN beserta masyarakat petani penggarap dan juga kawan-kawan kolektif lainnya akan melaksanakan aksi ke DPRD Kabupaten Sukabumi dan BPN Kabupaten Sukabumi, serta menuntut diadakannya audiensi bersama semua pihak terkait.

Selain itu, berdasarkan UUPA No. 5 Tahun 1960 juga Perpres No.86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria maka langkah selanjutnya yang akan kami tempuh adalah mengajukan redistribusi tanah untuk Program TORA dengan pertimbangan bahwa syarat-syarat yang diperlukannya pun sudah terpenuhi.

Di negeri yang didaku-daku sebagai negeri agraris dan maritim yang kaya ini, sudah selayaknyalah negara berpihak pada kaum tani dan nelayan, bukan kepada para korporasi yang justru menjarah dan merusak ekologis bumi pertiwinya. Panjang umur para pejuang pangan! (*)

 

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan kantorberitaburuh.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi kantorberitaburuh.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

- Advertisement -spot_imgspot_img
Must Read
Terbaru
- Advertisement -spot_imgspot_img
Baca Juga :