spot_img
spot_img
spot_img
BerandaBerita UtamaKrisis Ekonomi Menghantam Inggris, Kesaksian WNI Ini Membuat Miris
Sabtu, Mei 4, 2024

Krisis Ekonomi Menghantam Inggris, Kesaksian WNI Ini Membuat Miris

spot_imgspot_img

Kantorberitaburuh.com, LONDON – Dihantam inflasi yang naik tinggi pasca pandemi dan dampak perang Rusia-Ukraina, Inggris tengah bergelut dengan krisis ekonomi yang cukup parah. Ancaman kelaparan mendera pendududk negeri David Becham ini.

Perekonomian Inggris yang terus tertekan menyebabkan berbagai harga komoditas mengalami kenaikan hingga menyebabkan krisis biaya hidup.

Mengutip keterangan dari salah satu warga negara Indonesia (WNI) yang tinggal di London, Dyah (39) mengatakan ekonomi Inggris Raya belakangan ini dalam kondisi tidak baik. Inflasi pernah mencapai 10,1% pada Juli 2022 dan turun sedikit menjadi 9,9% pada Agustus 2022.

“Tingkat inflasi yang tinggi ini disebabkan oleh beberapa kondisi seperti Brexit, serangan pandemi COVID-19, dan terkini adalah invasi Rusia ke Ukraina. Dampaknya harga minyak naik sangat drastis dan menyebabkan inflasi. Jika harga minyak tidak menurun, tingkat inflasi diprediksi mencapai 18-22% di Inggris Raya,” kata Dyah seperti dilansir detikcom, Minggu (25/9/2022).

BACA JUGA  Diguncang Mogok Kerja, Perusahaan Pos Inggris PHK Massal 6.000 Karyawan

Hal itu membuat berbagai harga komoditas pangan, transportasi, kebutuhan pokok rumah tangga lain, hingga tarif listrik semakin mahal karena sudah naik dua kali dalam setahun. Harga makanan dan minuman disebut naik sekitar 12,6%, harga gas naik 91% dan harga listrik naik 70%.

“Biaya hidup di Inggris Raya meningkat sangat signifikan. Secara individual harga susu meningkat 34%, harga tepung terigu meningkat 29,7%, harga mentega naik 27,1%, dan harga pasta meningkat 24,4%,” bebernya.

Menurut WNI lainnya yang tinggal di Kota Leeds, Eva (35) mengatakan Inggris sudah mulai masuk resesi jika melihat situasi seperti sekarang ini.

“Inggris itu sebetulnya sudah mulai masuk resesi menurut saya karena tidak mampu lagi memberikan kepastian terhadap inflasi dan jaring pengaman sosial tentang bagaimana pelayanan publik bisa berjalan terus, termasuk juga harga-harga makan di restoran sangat terasa bagi kami masyarakat sipil yang ada di sini,” ujar Eva.

BACA JUGA  Di Balik Tumpukan Utang Negara saat Pandemi, Indonesia Terancam Krisis?

Menurut Eva, banyak orang di Inggris yang tidak bersedia bekerja karena pertimbangan gaji. Sayangnya mereka sulit mendapat pekerjaan baru akibat belum pulihnya ekonomi.

“Terjadi berbagai macam transformasi politik, ekonomi, sosial yang saya rasakan di sini. Masyarakat sipil di sini mulai memikirkan bagaimana caranya mereka dapat upah yang layak. Banyak yang tidak bersedia bekerja karena upahnya terlalu kecil,”

Diketahui, Otoritas energi Inggris Ofgem berencana untuk menaikan tarif batas atas listrik rumah tangga pada Oktober mendatang hingga 3.549 pound atau Rp 60,7 juta setahun. Padahal, sebelumnya tarif batas atas hanya menyentuh angka 1.971 pound atau Rp 33,7 juta.

Kenaikan ini sendiri didorong oleh naiknya harga bahan bakar setelah serangan Rusia ke Ukraina. Inggris dan beberapa sekutunya melemparkan embargo atas beberapa bahan bakar asal Rusia.

BACA JUGA  Jika Relaksasi Pajak Mobil Ditolak, Produksi Bisa Tutup dan PHK

Mirisnya, krisis yang membelit telah memicu meningkatnya perempuan yang menjadi pekerja seks komersial (PSK). CNBC melaporkan, Di awal musim panas negara itu saja, dimulai Juni dan berakhir September, ada tambahan 1/3 perempuan menjadi PSK.

Data terbaru English Collective of Prostitution, yang dikutip akhir bulan lalu, mengatakan banyak warga yang menjadi PSK ini merupakan orang tua tunggal.

“Krisis biaya hidup sekarang mendorong wanita menjadi pekerja seks dengan berbagai cara. Apakah itu di jalan, di tempat atau online,” kata Juru Bicara Niki Adams, dimuat Sky News.

[*/REDKBB]

- Advertisement -spot_imgspot_img
Must Read
Terbaru
- Advertisement -spot_imgspot_img
Baca Juga :