spot_img
spot_img
spot_img
BerandaBerita UtamaKontradiksi di Sidang Judicial Review UU Ciker
Jumat, Mei 3, 2024

Kontradiksi di Sidang Judicial Review UU Ciker

spot_imgspot_img

Kantorberitaburuh.com, JAKARTA – Sidang ke-3 judicial review Omnibus Law UU Cipta Kerja yang ditunda pada minggu lalu kembali dilanjutkan tadi pagi, 17 Juni 2021. Persidangan kali ini adalah sidang pemeriksaan atau mendengarkan termohon judicial review yakni Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR RI.

Dalam persidangan, tak tanggung-tanggung, Kehadiran pemerintah diwakili 10 menteri yang membacakan keterangan Presiden Joko Widodo atas permintaan uji formil dari UU Cipta Kerja.

Juru bicara pemerintah dalam sidang kali ini, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan proses penyusunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945.

Pemerintah mengklaim secara formil pembentukan UU Cipta Kerja telah sesuai dengan pasal 20 UUD 1945 dan UU Nomor 12 Tahun 2011.

Mengutip detikcom disebutkan, 10 menteri yang hadir untuk membela UU Cipta Kerja di sidang MK, diantaranya Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.

Kemudian ada juga Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, Menteri ESDM Arifin Tasrif, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri LHK Siti Nurbaya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, hingga Menko Polhukam Mahfud MD.

Pemerintah meminta kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia beserta anggota Majelis untuk memberikan empat keputusan dalam sidang uji formil ini. Pertama, menerima keterangan presiden yang diwakili 10 menterinya secara keseluruhan.

Kedua, menyatakan pemohon uji formil tidak mempunyai kedudukan hukum atau legal standing.

BACA JUGA  Profil Lengkap 6 Pemohon Judicial Review UU Cipta Kerja

Ketiga, menolak permohonan pengujian formil undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja para pemohon untuk seluruhnya.

“Menyatakan undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja tidak bertentangan dengan undang-undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945,” klaim pemerintah.

Sidang perkara yang dilakukan hari ini dilakukan menggabungkan beberapa gugatan. Mulai dari Perkara no 91, 103, 105, 107/PUU-XVII/2020 dan Perkara 4,6/PUU-XIX/2O21. Diketahui, mayoritas gugatan-gugatan ini diajukan oleh elemen pekerja dan buruh yang menolak Omnibus Law Cipta Kerja.

Dinilai Rugikan Hak Konstitusional Buruh

Kontradiksi dengan penjelasan pemerintah, sebelumnya Ketua Tim Kuasa Hukum KSBSI Harris Manalu mengungkap bahwa KSBSI menilai terdapat 54 pasal dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang merugikan hak-hak konstitusional buruh atas dampak pendegradasian hak-hak ekonomi dan sosial buruh.

Atau setidak-tidaknya 27 pasal dibatalkan atau dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. “KSBSI menilai 27 pasal ini sangat mendegradasi hak-hak buruh.” tandasnya.

Dalam sidang sebelumnya, Harris Manalu mengatakan, kerugian konstitusional pemohon (KSBSI) telah lebih diperinci lagi. Sebagai berikut:

pertama kerugian hak kesamaan kedudukan dan perlakuan yang sama dihadapan hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat 1 dan pasal 28 b ayat 1 UUD 1945.

Berikutnya yaitu kerugian hak memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial sebagaimana diatur dalam pasal 28 f UUD 1945.

Berikutnya kerugian hak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran pendapat sebagaimana diatur dalam pasal 28 UUD 1945 dan pasal 28 b ayat 3 UUD 1945. “Demikian juga kerugian hak untuk memperjuangkan hak secara kolektif sebagaimana diatur dalam pasal 28 c ayat 2 UUD 1945.” kata Harris.

BACA JUGA  UU Ciptaker: Hakim MK Diharapkan Benar-benar Jadi Pengawal Konstitusi

Kemudian kerugian hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak bagi kemanusiaan dalam hubungan kerja sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1945 dan pasal 28 d ayat 2 UUD 1945.

Kerugian berikutnya adalah hak atas pengakuan jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam pasal 28 d ayat 1 UUD 1945.

Kemudian hak atas rasa aman dari ancaman dan ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu sebagaimana diatur dalam pasal 28 b ayat 1 UUD 1945.

Kemudian kerugian hak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif sebagaimana diatur dalam pasal 28 d ayat 2 UUD 1945. Kemudian kerugian hak mempunyai hak milik pribadi dan hak tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun sebagaimana diatur dalam pasal 28 h ayat 4 UUD 1945.

“Dan dengan berlakunya UU Cipta Kerja ini, baik langsung maupun tidak langsung merugikan hak konstitusional anggota pemohon, yaitu para pekerja/buruh dan serikat pekerja, serikat buruh yang diatur dalam UUD 1945, antara lain pengurangan upah, penghapusan lama kontrak atau hubungan kerja dalam pola perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) perluasan alih daya atau outsourching, pengurangan pesangon, ketakutan pekerja buruh menjadi anggota dan atau menjadi pengurus serikat buruh/serikat buruh dan atau menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh,” terangnya.

KSBSI Yakin Menang

Sementara itu, Saut Pangaribuan anggota Tim Kuasa Hukum KSBSI mengatakan penjelasan keterangan saksi dari perwakilan DPR secara keseluruhan belum siap, termasuk juga dari pemerintah.

BACA JUGA  Ada Apa Denganmu MK?

Menurut dia, kedua lembaga ini bakal kesulitan memberikan keterangan di persidangan selanjutnya. Sebab, kalau nanti Hakim MK mempertanyakan dan meminta buktinya, bisa tidak sejalan.

“Kalau pun nanti pemerintah dan DPR duduk bersama, pasti masing-masing akan memberikan versi keterangan berbeda. Sebab mereka harus bisa menunjukan bukti-bukti yang sah, bukan lisan,” ungkapnya seperti dikutip Kantor Berita Buruh dari situs resmi KSBSI.ORG, Kamis (17/6/2021).

Selain itu, selama proses pembuatan draf Undang-Undang Cipta Kerja, Saut mengatakan pemerintah terkesan kejar tayang, tanpa melibatkan semua unsur. Termasuk saat membuat Daftar Inventarisir Masalah (DIM) nya juga sangat dipertanyakan.

“Menurut saya, produk Undang-Undang Cipta Kerja dibuat secara asal jadi, kwalitasnya sangat minim. Ide dan mekanisme pembuatannya dipertanyakan, dan terkesan ada pesanan dari kelompok tertentu,” terangnya.

Jadi, keuntungan pemohon uji materi dari undang-undang ini, pemerintah dan DPR juga akan sulit membantah materi gugatan yang disampaikan pemohon. Ditambah lagi, bukti tertulis yang sudah dimiliki pemohomn akan perkuat saksi ahli saat menjelaskan prosedur membuat undang-undang.

Saut yakin, pihaknya akan menang dalam sidang permohonan formil uji materi UU Cipta Kerja, kalau MK bisa bersikap adil dalam menegakan hukum. Karena KSBSI sudah melakukan kajian dan mengumpulkan bukti valid untuk membatalkan beberapa pasal undang-undang yang dinilai mendegradasi hak buruh. Demikian Saut Pangaribuan.

[*/REDKBB]

- Advertisement -spot_imgspot_img
Must Read
Terbaru
- Advertisement -spot_imgspot_img
Baca Juga :