spot_img
spot_img
spot_img
BerandaBerita UtamaAliansi Buruh TGSL Demo Kemnaker, Tolak Kepmenaker 104
Jumat, Mei 3, 2024

Aliansi Buruh TGSL Demo Kemnaker, Tolak Kepmenaker 104

spot_imgspot_img

Kantorberitaburuh.com, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) No. 104 Tahun 2021 Tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi Covid-19.

Kepmenaker itu mengatur sejumlah aturan yang membolehkan dengan merujuk pada kata “Perusahaan Dimungkinkan” untuk mengurangi jumlah buruh (PHK), mengurangi jam kerja, mengurangi upah, penghapusan tunjangan dan lain sebagainya selama pandemi covid.

Dengan kata-kata penjelasan sebagai berikut:

  • Selama masa pandemi Covid-19, dimungkinkan perusahaan tetap melakukan proses produksi dengan mengurangi jumlah buruh, melakukan kerja bergilir, mengurangi jam kerja;
  • Selama terjadi pengaturan ulang proses produksi, dimungkinkan dilakukan merumahkan buruh, pengurangan upah, pengurangan dan/atau penghapusan tunjangan, tidak melakukan perpanjangan kontrak kerja, dan atau pemberlakuan pensiun;
  • Hal-hal tersebut dalam point 2 dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dan buruh termasuk (lampiran Kepmenaker No.140/2021, bab II point B angka 3-5).

Dinilai Bunuh Harapan Buruh

Merespon hal itu, Aliansi Serikat Pekerja/Buruh Dialog Sosial Sektoral Tekstil, Garment, Sepatu, Kulit (DSS-TGSL) menggelar aksi demo di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker ) Jakarta.

Buruh dengan tegas menolak kepmenaker tersebut yang dinilai membunuh harapan buruh. Mereka juga mendesak agar Menaker ida Fauziyah mencabut Kepmenaker tersebut.

Kepmenaker No. 104 ini juga dinilai merujuk Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja No.11 Tahun 2020 yang mayoritas ditolak oleh buruh.

BACA JUGA  Permenaker No.5 Untungkan Pengusaha, Aliansi Buruh DSS TGSL Tuding Menaker Khianati Buruh

Aliansi DSS-TGSL menilai terbitnya Kepmenaker No. 104 adalah aturan yang tidak konsisten dan bisa membunuh harapan kaum buruh dimasa pandemi Covid-19, baik dari segi kesehatan dan kesejahteraan.

Seolah pemerintah hanya memihak pada kepentingan pengusaha, tapi meng-anaktirikan nasib pekerja buruh yang selama ini berperan besar penggerak roda ekonomi negara.

Tri Pamungkas Ketua Konsolidasi DPP FSB GARTEKS mengatakan Kepmenaker No. 104 telah menunjukan Kemnaker mengabaikan hak-hak serikat buruh dan anggotanya di perusahaan. Kebijakan itu memungkinkan negoisasi ulang antara buruh dan pengusaha.

Hal ini, kata Tri, berarti keputusan Menaker justru mendegradasi pasal 4 ayat 1 UU No.21 Tentang Serikat Pekerja/Buruh yang berbunyi ‘Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/buruh bertujuan memberikan perlindungan, pembelaaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya.

“Artinya, Kepmenaker No.104/2021 pelanggaran serius terhadap pasal 8 ayat (2) Konvensi ILO No.87 tentang kebebasan berserikat dan Perlindungan Hak Berorganisasi. Serta terjadi pelanggaran serius terhadap pasal 4 Konvensi ILO No. 98 Tentang Hak untuk Berorganisasi dan Berunding Bersama,” kata Tri Pamungkas seperti dikutip Kantor Berita Buruh dari Media Jejaring KSBSI.org, Kamis (21/10/2021).

Menurutnya, pasca terbitnya Kepmenaker 104, sejumlah pabrik sudah menerapkan praktik pemanggilan buruh secara individual. Oleh pihak perusahaan, buruh ini dimintai penandatanganan persetujuan penurunan upah atau penghapusan tunjangan.

BACA JUGA  Kebrutalan Makin Nyata di Myanmar, HAM PBB: 18 Orang Tewas, 30 Luka-luka

Kemudian, surat persetujuan dibuat secara individu atau massal dan dijadikan dasar pembenaran pengurangan upah dan tunjangan. Padahal, proses produksi terus berlangsung penuh dan buruh tidak melihat dampak pandemi pada laju order dan produksi.

“Masalah ini sangat mengenaskan, karena beban buruh bertambah dengan ancaman kesehatan (pandemi Covid) klaster pabrik berbenturan dengan kebutuhan hidup buruh dan keluarganya,” terangnya.

Aliansi DSS-TGSL menegaskan jika Kepmenaker No. 104 tidak disikapi, perjuangan buruh akan semakin melemah dan kesejahteraan buruh merosot. Seharusnya, dimasa pandemi Covid-19, pemerintah lebih memihak masyarakat, namun justru patut diduga telah melakukan pelanggaran hak asasi. Karena terkesan lebih membela kelompok pengusaha dan pemegang kuasa.

Oleh sebab itu, aliansi DSS-TGSL menuntut:

  1. Cabut Kepmenaker 104/2021, peraturan ini jelas melanggar hak asasi dan hak legal serikat buruh untuk mewakili anggotanya melakukan perundingan berkaitan dengan hak-hak kerja selama masa pandemi. Peraturan tersebut juga melanggar hak buruh untuk dibela oleh serikat buruh, membiarkannya sendirian dalam relasi tak seimbang dimasa pandemi Covid-19;
  2. Menuntut pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan alternatif memastikan terjadinya perundingan kolektif dalam rencana menegoisasi ulang hak-hak kerja masa pandemi Covid-19. Hanya dengan cara demikian buruh individual bisa melakukan negoisasi dalam posisi setara dengan majikan;
  3. Menyerukan penghentian upaya sistematis mengorbankan nasib buruh dimasa pandemi Covid-19. Pandemi ini memang membawa berbagai dampak buruk bagi semua orang tanpa terkecuali. Tapi patut diingat, bahwa buruh dan keluarganya yang berada dalam strata paling bawah kelas sosial adalah mereka yang paling menderita di tengah situasi Covid-19. Itu sebabnya, sangat penting untuk mendahukukan mereka dalam segala upaya penanggulangan dampak pandemi. Serta mendesak menghentikan upah murah;
  4. Berikan jaminan upah dan kerja layak bagi buruh.
BACA JUGA  Aturan Baru Menaker, JHT Baru Cair saat Usia 56 Tahun

Saat demo digelar di Kemnaker, kalangan buruh Kecewa berat. Menurut tri, buruh kecewa dengan sikap Menaker sebab saat perwakilan DSS-TGSL ingin berdialog dengan Menaker secara langsung, namun Menaker Ida Fauziyah tidak mau menemui. Termasuk dari Dirjen juga tak mau menemui.

“Tapi hanya ditemui bagian direktur pengupahan untuk mengajak dialog,” ungkapnya.

Tentu saja pihaknya merasa kecewa, karena yang mengajak dialog bukan orang yang berkompeten di bidangnya. Karena aliansi yang tergabung dalam DSS-TGSL adalah serikat pekerja/buruh tingkat nasional.

“Akhirnya kami memilih walk out, karena tujuan kami ingin berdialog dengan Menaker,” tandasnya.

Aliansi DSS-TGSL terdiri dari Federasi SEBUMI, FSB GARTEKS KSBSI, FSBPI, FKSPN, GSBI, PP FSP TSK-SPSI, SPN.

[*/REDKBB]

- Advertisement -spot_imgspot_img
Must Read
Terbaru
- Advertisement -spot_imgspot_img
Baca Juga :