spot_img
spot_img
spot_img
BerandaBerita UtamaSidang Gugatan Ciker, KSBSI Kupas 54 Pasal Rugikan Hak Konstitusional Buruh
Jumat, April 19, 2024

Sidang Gugatan Ciker, KSBSI Kupas 54 Pasal Rugikan Hak Konstitusional Buruh

spot_imgspot_img

Kantorberitaburuh.com, JAKARTA – Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Suhartoyo kembali membuka persidangan judicial review UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciker) dengan agenda sidang adalah ‘Perbaikan Permohonan’.

Sidang gugatan Ciker dengan Perkara Nomor 103/PUU-XVIII/2020 dibuka secara daring dengan pihak Elly Rosita Silaban dan Dedi Hardianto selaku Presiden dan Sekjen Dewan Eksekutif Nasional Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (DEN KSBSI) sebagai Pemohon I dan Pemohon II judicial review menggelar sidang di kantor pusat KSBSI Cipinang Muara.

Dikutip Kantor Berita Buruh dari Channel youtube Mahkamah Konstitusi, Ketua Majelis Hakim MK, Suhartoyo mengabsen satu persatu Kuasa Hukum pemohon secara daring.

selain Ketua Tim Kuasa Hukum KSBSI Harris Manalu SH, Kuasa Hukum lainnya adalah Parulian Sianturi SH, Saut Pangaribuan SH MH, Abdullah Sani SH, Haris Isbandi SH, Supardi SH, Sutrisna SH, Trisnur Priyanto SH, Tri Pamungkas SH MH, Irwanto Bakara SH dan Carlos Rajagukguk SH. Namun nama terakhir Abstain dalam sidang kali ini.

Dalam persidangan itu, majelis mengingatkan kembali naskah perbaikan pemohon, namun hanya pada pokok-pokok perbaikan dan tidak membacakan keseluruhan permohonan. “Hanya pada bagian-bagian yang diperbaiki saja,” kata Suhartoyo.

Harris Manalu menjawab, ada 3 hal yang diperbaiki dalam permohonan KSBSI. “Yang pertama tentang surat kuasa, yang kedua tentang permohonan ini sendiri, yang ketiga tentang alat bukti.” kata Harris Manalu kepada majelis hakim MK. Ia pun memulai pada perbaikan pertama.

Sidang judicial review UU Cipta Kerja 19 April 2021. (Foto: Youtube MK).

Surat Kuasa Pemohon diubah menjadi KSBSI

“Sesuai nasehat yang mulia pak Wahiduddin Adams. sebelumnya, Ibu Elly Rosita Silaban dan Bapak Dedi Hardianto, masing-masing selaku Presiden dan Sekjen KSBSI telah kami perbaiki menjadi badan hukum atau organisasi bernama Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia sebagai Pemberi Kuasa,” kata Harris Manalu.

BACA JUGA  KSBSI Banten, GARTEKS, NIKEUBA dan F LOMENIK Siap Demo Wahidin Halim

Ia menerangkan, Pemohon memperbaiki permohonan yang semula tercantum sebagai Pemohon I dan Pemohon II, telah diubah menjadi nama organisasi yaitu nama pemohona menjadi KSBSI.

Hal itu merujuk bahwa nama Elly Rosita Silaban dan Dedi Hardianto merupakan legal mandatori atau wakil dari pada organisasi, sehingga dipandang perlu untuk merubah nama pemohon menjadi (hanya) nama organisasi (KSBSI).

54 Pasal yang dipersoalkan

Perbaikan kedua, juga sesuai nasehat Anggota majelis Hakim MK, Wahiduddin Adams, KSBSI telah mencantumkan seluruh pasal-pasal yang dipersoalkan dalam pengujian ini. “Sebanyak 54 pasal atau setidak-tidaknya 27 pasal dalam undang-undang Cipta Kerja ini,” terang Harris.

“Yang Mulia, (kami) masuk ke perbaikan permohonan, yang pertama perbaikan di perihal. Sesuai nasehat Yang Mulia Pak Wahiduddin Adams, dari 25 pasal yang kami cantumkan dalam perihal.. halaman satu.. perbaikan permohonan ini maupun permohonan terdahulu.. dalam perihal, kami telah mencantumkan 54 pasal. Dan dengan menulis mencantumkan kalimat ‘atau setidak-tidaknya 27 pasal’. Itu yang diperihal,” katanya.

“Kemudian, sesuai nasehat dari Yang Mulia Pak Suhartoyo, Pak Daniel, pak Wahiduddin, dalam permohonan terdahulu, pada halaman satu dan dua, kami sebut Ibu Elly Rosita Silaban sebagai Pemohon Satu dan Pak Dedi Hardianto sebagai Pemohon Dua. Dalam perbaikan permohonan ini pada halaman satu dan halaman dua kami perbaiki menjadi hanya Pemohon. Tidak ada lagi title Pemohon Satu dan Pemohon Dua. Dalam perbaikan ini pemohon adalah KSBSI sebagai badan hukum atau organisasi,” terang Harris.

BACA JUGA  Surat Terbuka Sapari: Mencari Keadilan Kebenaran Demi Martabat Anak-Istri

Ia melanjutkan, kemudian dalam permohonan tentang kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) di halaman dua dan tiga pada perbaikan ini.

“Sesuai nasehat Hakim Daniel, perubahan UU nomor 24 tahun 2003 tentang MK telah kami cukupkan (dan) telah kami tambahkan dengan perubahan kedua terakhir yaitu UU No 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga UU MK.” terangnya.

Rugikan Hak Konstitusional Buruh

Kemudian perbaikan tentang kedudukan hukum atau legal standing pemohon, Harris mengatakan, sesuai dengan nasehat hakim Suhartoyo dan Wahiduddin Adams, pada halaman empat dan lima angka enam dan angka tujuh, kerugian konstitusional pemohon telah lebih diperinci lagi. Sebagai berikut:

pertama kerugian hak kesamaan kedudukan dan perlakuan yang sama dihadapan hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat 1 dan pasal 28 b ayat 1 UUD 1945.

Berikutnya yaitu kerugian hak memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial sebagaimana diatur dalam pasal 28 f UUD 1945.

Berikutnya kerugian hak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran pendapat sebagaimana diatur dalam pasal 28 UUD 1945 dan pasal 28 b ayat 3 UUD 1945.

“Demikian juga kerugian hak untuk memperjuangkan hak secara kolektif sebagaimana diatur dalam pasal 28 c ayat 2 UUD 1945.” kata Harris.

BACA JUGA  Menilik Kenaikan Upah Minimum 2022 di Jepang, Bagaimana Indonesia?

Kemudian kerugian hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak bagi kemanusiaan dalam hubungan kerja sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat 2 UUD 1945 dan pasal 28 d ayat 2 UUD 1945.

Kerugian berikutnya adalah hak atas pengakuan jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam pasal 28 d ayat 1 UUD 1945.

Kemudian hak atas rasa aman dari ancaman dan ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu sebagaimana diatur dalam pasal 28 b ayat 1 UUD 1945.

Kemudian kerugian hak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif sebagaimana diatur dalam pasal 28 d ayat 2 UUD 1945.

Kemudian kerugian hak mempunyai hak milik pribadi dan hak tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun sebagaimana diatur dalam pasal 28 h ayat 4 UUD 1945.

“Dan dengan berlakunya UU Cipta Kerja ini, baik langsung maupun tidak langsung merugikan hak konstitusional anggota pemohon, yaitu para pekerja/buruh dan serikat pekerja, serikat buruh yang diatur dalam UUD 1945, antara lain pengurangan upah, penghapusan lama kontrak atau hubungan kerja dalam pola perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) perluasan alih daya atau outsourching, pengurangan pesangon, ketakutan pekerja buruh menjadi anggota dan atau menjadi pengurus serikat buruh/serikat buruh dan atau menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh,” terang Harris. (REDKBB)

- Advertisement -spot_imgspot_img
Must Read
Terbaru
- Advertisement -spot_imgspot_img
Baca Juga :