spot_img
spot_img
spot_img
BerandaBerita UtamaPilkada 2020: Fenomena Warga ke TPS Cuma Buat Rusak Surat Suara?
Jumat, April 19, 2024

Pilkada 2020: Fenomena Warga ke TPS Cuma Buat Rusak Surat Suara?

spot_imgspot_img

Kantorberitaburuh.com, JAKARTA – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai, tingginya angka Golput di Pilkada serentak 2020 karena pandemi Covid-19. Menurut Perludem, masyarakat tak mau ambil risiko untuk memilih, karena takut terpapar virus.

“Secara khusus, rendahnya persentase memilih di Pilkada 2020 bisa jadi disebabkan oleh pandemi. Ini perlu dipastikan dengan survei secara kuantitatif. Tapi jika boleh menduga, keadaan wabah memang punya tambahan risiko terhadap sehat dan nyawa sehingga sebagian pemilih tak mau ambil risiko ini untuk memilih,” kata Peneliti Perludem Usep Hasan, Kamis (17/12/2020).

“Jika pilkada punya layanan memilih yang lebih memudahkan (misal e-voting, email, pos, dan lainnya), persentase pemilih bisa jadi lebih tinggi,” tambah dia.

BACA JUGA  Hadapi Gugatan MK, Untung-Yohana Tak gentar: Kami Ini Suara Rakyat!

Selain Golput, Usep menekankan, pada soal suara tidak sah. Kata dia, pilkada adalah pemilu eksekutif seperti presiden yang memilihnya lebih mudah dibanding pemilu legislatif. Dia menilai, masyarakat datang ke TPS hanya ingin merusak surat suara karena ada rasa ketidakpercayaan terhadap politik.

“Jika surat suara tidak sah tinggi, misal hampir 4 persen seperti di Kota Depok, itu berarti ada warga yang rela datang memilih di konteks pandemi untuk protes. Bukan karena salah milih, tapi memang sengaja merusak suara,” ucapnya.

Secara umum, kata dia, persentase memilih rendah karena kualitas calon dan partai politik di Indonesia masih belum baik. Faktornya karena ambang batas pencalonan, sulitnya jalur perseorangan, dan menguatnya politik dinasti.

BACA JUGA  Pidana Perburuhan Sebagai Alternatif Advokasi Perburuhan

“Jadi sebab kepesertaan pemilu tidak menarik lebih banyak pemilih,” ucapnya.

Selain itu, jadwal pemilu yang berhimpit pun menjadi sebab umum persentase pemilih rendah. Dari tahun 2019 hingga 2020 ada pemilu. Masyarakat menjadi bosan.

“Persentase memilihnya beda jauh, dari sekitar 90-an persen ke 70-an persen atau ada yang kurang dari 50 persen. Orang jenuh dengan pemilu,” pungkasnya.

Diberitakan, KPU menyelenggarakan pilkada serentak di 270 daerah. Rinciannya pemilihan gubernur di sembilan dari 34 provinsi, bupati di 224 dari 416 kabupaten, serta pemilihan walikota di 37 dari 98 kota.

Ada sekitar 100,3 juta orang yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada 2020. Dari jumlah tersebut, KPU menargetkan tingkat partisipasi pemilih sebesar 77,5 persen.

BACA JUGA  Kadin Bersama TNI & Polri Luncurkan Mobil Vaksinasi Keliling

Namun, data dari sejumlah daerah memperlihatkan jumlah masyarakat yang enggan menggunakan hak pilihnya ke TPS. Bahkan, angka tersebut melebihi suara calon kepala daerah yang mendapat angka tertinggi.

Beberapa daerah yang mengalami golput tinggi ialah Medan, Depok, Kediri Tangerang Selatan, dan Bali. Tak sedikit orang yang memutuskan untuk tidak menggunakan hak suaranya. (Merdeka.com/rnd)

- Advertisement -spot_imgspot_img
Must Read
Terbaru
- Advertisement -spot_imgspot_img
Baca Juga :