Kantorberitaburuh.com, JAKARTA – sebagai negara penghasil sawit terbesar di dunia, Indonesia kerap dihantam negara-negara produsen minyak nabati. Salah satu yang paling keras adalah kampanye hitam (black campaign) yang digembar-gemborkan barat dengan isu yang menyesatkan.
Jika selama ini Indonesia menggunakan strategi defensif menghadapi serangan kampanye hitam yang terus menerus “menyerang”, kini Indonesia bersiap untuk melakukan strategi ofensif.
“Selama ini strategi yang kita lakukan dalam rangka black campaign terhadap produk sawit ini selalu sifatnya defensif, sehingga kalau hal ini kita lakukan terus menerus, tidak akan menang.” kata Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman dalam diskusi virtual yang dikutip Kantor Berita Buruh dari situs Kontan, Sabtu (6/2/2021).
Karena itu, Eddy Abdurrachman menegaskan, Indonesia ke depan harus merubah strategi secara ofensif.
“Kita attack (serang balik) seperti yang disampaikan bapak presiden,” tandasnya. Eddy mengatakan, komoditas sawit tidak luput dari serangan dan ancaman kampanye hitam sebagai dampak dari kompetisi negara penghasil minyak nabati.
Beberapa isu yang sering dijadikan bahan kampanye hitam diantaranya isu kesehatan dan kolesterol, degradasi lingkungan dan polusi, orang utan dan biodiversity, isu gambut dan kebakaran hutan, deforestasi dan pekerja di bawah umur.
“Sektor sawit bukan penyebab deforestasi, perkebunan sawit justru mengisi tanah terlantar akibat praktek perambahan hutan sehingga dapat dikatakan sawit justru melakukan penghijauan kembali,” ujar dia.
Selain itu, lanjut Eddy, pengusahaan dan penggunaan sawit mendukung sustanaible development goals (SDG’s). Diantaranya, industri sawit menciptakan lapangan kerja terutama di daerah pedesaan, mendukung ketahanan energi melalui penggunaan energi terbarukan, mereduksi karbon melalui fotosintesis pada kebun kelapa sawit dan penggunaan sebagai bahan bakar nabati.
“Kebun sawit menyediakan tempat hidup aneka ragam hayati baik flora dan fauna,” klaimnya.
Kampanye Balasan
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan, tantangan yang dihadapi dalam kompetisi perdagangan minyak nabati saat ini bukan hanya berusaha untuk meningkatkan diterimanya sertifikat perkebunan kelapa sawit berkelanjutan (ISPO) di negara konsumen, namun juga harus melakukan kampanye balasan yang dilakukan oleh negara – negara yang tidak suka atau sebagai pesaing palm oil secara masif yang dimotori oleh beberapa negara di Uni Eropa.
“Pemerintah dan berbagai stakeholder kelapa sawit telah melakukan berbagai upaya (seperti) diplomasi, advokasi, positif campaign atau counter (campaign) terhadap berbagai negative campaign yang ditujukan kelapa sawit dimana Indonesia pada dasarnya menyatakan counter campaign terhadap posisi Indonesia tersebut tidak berdasar sama sekali,” kata Airlangga. (*/RedKBB)